“MBG ini justru dinikmati oleh player atas secara signifikan,” kata Media. “Di banyak daerah, dapur besar MBG terhubung dengan perusahaan besar yang membeli langsung dari peternak skala nasional, bukan dari pasar tradisional.”
Media menambahkan, sistem pengadaan skala besar menyebabkan efek lanjutan pada harga pangan nasional. Lonjakan harga daging ayam sejak Agustus disebut salah satu indikasi meningkatnya permintaan dari penyedia MBG skala besar.
“Harga ayam ras naik signifikan, rata-rata nasional sudah di atas Rp50.000 per kilogram. Ini dampak dari permintaan besar dari dapur-dapur MBG yang bermodal ratusan juta,” jelasnya.
Selain itu, Celios juga menemukan bahwa banyak keluarga kelas menengah atas turut menerima manfaat MBG, meski program tersebut dirancang untuk kelompok berpendapatan rendah.
“Ada sekolah swasta, orang tuanya datang naik Fortuner, tapi anaknya tetap dapat MBG,” kata Media.
“Sebagian orang tua menolak karena mereka tahu program ini seharusnya untuk masyarakat bawah.”
Celios menilai ketidaktepatan sasaran dan desain pengadaan yang terpusat menyebabkan inefisiensi besar dalam penggunaan anggaran negara. Media menyarankan agar MBG dikelola langsung oleh komunitas lokal, sekolah, dan kelompok masyarakat agar lebih tepat sasaran serta memberdayakan ekonomi daerah.
“Kalau dikelola komunitas atau sekolah, inefisiensi bisa ditekan. Apalagi kalau targetnya jelas, misalnya ibu hamil, anak di wilayah 3T, atau anak yang mengalami malnutrisi,” ujar Media.
(fik/spt)

































