Gejolak ini menjadi yang terbesar di Maroko sejak 2011, ketika gelombang Arab Spring mendorong kaum muda menekan Raja Mohammed VI agar melakukan reformasi besar-besaran. Hingga kini, sang raja belum memberikan komentar terkait aksi protes, yang sejauh ini ditujukan kepada pemerintahan terpilih.
Situasi ini belum separah di Madagaskar, di mana Presiden Andry Rajoelina mendapat tekanan untuk mundur. Namun, para pengunjuk rasa di Maroko menuntut diakhirinya korupsi serta perbaikan mendesak terhadap layanan publik esensial.
Digerakkan oleh kelompok muda tanpa pemimpin yang akrab teknologi dan menamakan diri mereka GenZ212, para demonstran memenuhi jalanan di ibu kota Rabat serta lebih dari belasan kota lainnya, meneriakkan slogan seperti: “utamakan layanan kesehatan, kami tidak mau Piala Dunia.”
Maroko, yang akan menjadi tuan rumah ajang sepak bola paling bergengsi bersama Spanyol dan Portugal, tengah menggelontorkan miliaran dolar untuk pembangunan infrastruktur dan stadion. Namun, hal itu memicu amarah di negara berpenduduk 38 juta jiwa, yang menilai pengeluaran itu berlebihan di tengah tingginya pengangguran muda serta buruknya layanan kesehatan dan pendidikan.
Sementara itu, pasar obligasi internasional Maroko relatif stabil sepanjang aksi protes. Namun, bursa saham di Casablanca ditutup melemah 3,4% pada Rabu.
(bbn)

































