Logo Bloomberg Technoz

Menurut Moshe, Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) harus menanggung kerugian yang dipikul Pertamina imbas kebijakan yang diambil tersebut.

Tidak sampai situ, Moshe menilai batalnya pembelian BBM oleh operator SPBU swasta ke Pertamina juga makin memperburuk citra Pertamina–yang dinilai sedang terperosok akibat kasus hukum yang terjadi.

“Terus Pertamina harus menyiapkan ini segala atas dengan biaya mereka sendiri tanpa ada kepastian ini benar mau dibeli apa enggak. Saya justru kasihan dengan Pertamina terus terang saja. Harusnya mereka enggak dilibatkan dengan hal-hal seperti ini,” tegas Moshe.

Dipakai Sendiri

Adapun, pakar migas sekaligus Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC) Hadi Ismoyo menilai 100.000 barel BBM dasaran yang tak terserap tersebut bisa digunakan sendiri oleh Pertamina Patra Niaga.

Menurut dia, Pertamina tidak akan mengalami kerugian sekalipun operator SPBU swasta membatalkan pembelian BBM tersebut.

Base fuel itu milik Pertamina, ya tidak masalah bagi Pertamina kan bisa dipakai sendiri dengan brand Pertamina. Ingat Pertamina punya hampir 13.000 unit unit SPBU dan sejenisnya, darat, dan laut. Jadi untuk memasarkan 100k barel base fuel, kami kira enggak ada kesulitan,” kata Hadi saat dihubungi, Kamis (2/10/2025).

Hadi menjelaskan, kandungan etanol sebesar 3,5% di dalam BBM dasaran memang masih jauh dibawah ambang batas sebesar 20% sesuai ketentuan Ditjen Migas Kementerian ESDM.

Akan tetapi, operator SPBU swasta dinilai memiliki kebutuhan BBM dengan spesifikasi tinggi sehingga adanya campuran etanol dalam base fuel berpotensi mengganggu formula bensin milik swasta.

Kemarin, para operator SPBU swasta menyatakan perusahaan masih melakukan pembahasan business to business (B2B) dengan PT Pertamina (Persero) untuk membeli BBM dasaran demi menambal kebutuhan pasokan hingga akhir tahun ini.

Perwakilan PT Vivo Energy Indonesia mengungkapkan perusahaan sempat berminat membeli sekitar 40.000 barel BBM dasaran yang telah diimpor Pertamina Patra Niaga.

Akan tetapi, negosiasi tersebut terpaksa untuk dibatalkan sebab terdapat ‘hal teknis’ yang tidak bisa dipenuhi oleh Pertamina. Terkait dengan itu, Pertamina menyediakan pasokan BBM dengan kadar etanol sebesar 3,5%.

“Namun, tidak menutup kemungkinan, kami tetap akan berkoordinasi dengan Pertamina untuk saat-saat mendatang, siapa tahu, apa yang kami minta itu bisa dipenuhi oleh Pertamina, dan kami akan beli dari Pertamina,” ucap perwakilan manajemen Vivo, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR.

Di sisi lain, Presiden Direktur BP-AKR Vanda Laura mengungkapkan perusahaan sebelumnya telah melakukan perundingan pembelian BBM dari Pertamina Patra Niaga. Akan tetapi, terdapat satu dari tiga syarat yang diberikan belum dapat dipenuhi Pertamina dalam proses jual-beli tersebut.

Vanda menjelaskan Pertamina belum bisa menunjukan dokumen certificate of origin, yakni sertifikat yang menunjukan asal impor tersebut.

Dokumen tersebut padahal dibutuhkan perusahaan untuk menghindari potensi pengenaan sanksi imbas mengimpor BBM dari negara yang diembargo.

Kenapa ini penting untuk kami? Karena salah satu shareholder kami ini kan bergerak atau mempunyai bisnisnya itu di lebih dari 70 negara. Jadi kami pun juga perlu mengadopsi standar atau hukum internasional,” ucap Vanda dalam kesempatan yang sama.

Selain itu, lanjut Vanda, BP-AKR juga memberikan syarat bahwa BBM yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi yang diberikan. Selain itu, aspek komersialisasi juga menjadi syarat penting dalam proses negosiasi.

“Di aspek yang pertama, ini memang banyak pembicaraan yang agak panjang, yaitu kami membutuhkan tambahan satu dokumen. Jadi ini yang belum disepakati karena tambahan dokumen ini belum tersedia,” tegas Vanda.

Sekadar catatan, lima BU hilir migas swasta yang terlibat dalam proses negosiasi tersebut, yaitu; PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), PT Vivo Energy Indonesia (Vivo), PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (Mobil), PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA), dan PT Shell Indonesia (Shell).

Adapun, berdasarkan data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter (kl) untuk 2025. 

Sementara itu, operator SPBU swasta dilaporkan membutuhkan tambahan pasokan BBM dengan RON 92 sebanyak 1,2 juta barel base fuel, serta RON 98 sejumlah 270.000 barel base fuel untuk mencukupi kebutuhan hingga akhir tahun.

-- Dengan asistensi Azura Yumna Ramadani Purnama

(wdh)

No more pages