“Pembaruan terkait dengan ketersediaan produk BBM jenis bensin akan diinformasikan melalui saluran informasi resmi Shell Indonesia; termasuk situs web, layanan pelanggan, aplikasi Shell Asia, dan media sosial,” ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah hari ini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyebut pemerintah tidak bisa memaksa BU swasta membeli BBM dari Pertamina karena hal tersebut merupakan transaksi B2B.
Dia menegaskan pemerintah telah cukup memfasilitasi pembelian atas tawaran base fuel yang disediakan oleh Pertamina untuk menambal kekosongan stok BBM di SPBU swasta.
“Kalau ini tidak bersedia [BU swasta] pemerintah tidak bisa memaksa juga karena itu prosesnya adalah B2B,” kata Yuliot ditemui di Wisma Danantara, Selasa (30/9/2025).
Dalam kaitan itu, dia menyebut pemerintah akan mengevaluasi proses penawaran pembelian base fuel tersebut. BU swasta nantinya tidak akan selalu membeli base fuel ke Pertamina karena pada tahun depan dapat langsung mengimpor minyak mentah (crude) sesuai kuota yang telah diberikan oleh pemerintah.
“Jadi, tidak seterusnya. Jadi nanti akan ada alokasi untuk masing-masing badan usaha. Jadi, berdasarkan alokasi, badan usaha akan melakukan impor sendiri,” tuturnya.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Roberth MV Dumatubun mengungkapkan base fuel sebanyak 60.000 barel dari total 100.000 barel kargo impor tahap pertama yang ditawarkan oleh kepada BU hilir migas akhirnya dipakai oleh perseroan, imbas tidak kunjung ada kesepakatan pembelian dari SPBU swasta.
Roberth mengatakan saat ini baru SPBU Vivo ang sudah sepakat membeli base fuel dari Pertamina, dengan volume sebanyak 40.000 barel. Dengan demikian, masih terdapat sisa base fuel impor tahap pertama sebanyak 60.000 barel.
Dia menegaskan, jika tidak juga terserap, bahan bakar minyak dasaran tersebut akan dipakai sendiri oleh perusahaan pelat merah tersebut.
“Kargo yang tidak terserap 60.000 barel dipakai Pertamina saat ini,” kata Roberth saat dihubungi, Selasa (30/9/2025).
“Belum ada selain Vivo [beli base fuel ke Pertamina], yang lain belum ada action," ujarnya.
Roberth menyatakan Pertamina tidak bisa menunggu lama hingga SPBU lainnya—seperti Shell, BP-AKR, dan Exxon — memutuskan pembelian base fuel tersebut. Apalagi, nantinya akan ada tambahan biaya logistik pengangkutan BBM impor tersebut.
“Ini ibarat kita kirim barang pakai jasa mobil box, nah dia hanya antar saja. Kalau disuruh menunggu, jangan nurunin barang dulu, beberapa hari ya pasti ada tambahan biaya untuk sewa mobil box-nya ya,” tutur Roberth.
Sebelumnya, padahal, Kementerian ESDM mengklaim sudah terdapat empat dari lima operator SPBU yang telah menyatakan setuju untuk membeli base fuel dari Pertamina.
Sekadar catatan, lima BU hilir migas swasta yang beroperasi di Indonesia dan terlibat dalam rapat pembahasan koordinasi BBM dengan Kementerian ESDM akhir-akhir ini a.l. Shell Indonesia (Shell), PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), Vivo, PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (Mobil), dan PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA).
Menurut data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter (kl) untuk 2025. Volume tersebut diklaim cukup untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta sebanyak 571.748 kl hingga Desember 2025.
(wdh)































