“Pergerakan harga emiten akan lebih organik karena market lebih efisien menanggapi katalis positif maupun negatif akibat didominasi partisipasi publik,” ujarnya.
Dari sisi valuasi, Reydi menilai free float yang lebih besar dapat menambah daya tarik investor karena likuiditas dan transparansi meningkat. Namun, ia mengingatkan adanya risiko distribusi saham besar-besaran yang bisa menekan harga, terutama bagi emiten yang sahamnya kurang diminati pasar.
Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, menilai peningkatan free float otomatis membuat pemilik saham melepas porsi kepemilikannya ke publik.
“Kalau minta free float ditambah, berarti pemilik harus jual share mereka ke pasar. Itu otomatis akan menekan harga,” kata Liza kepada Bloomberg Technoz, Minggu (28/9/2025).
Adapun Bursa Efek Indonesia (BEI) merespons dorongan tersebut dengan menyatakan pihaknya tengah mengkaji penyesuaian regulasi pencatatan saham, termasuk soal free float, dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan tercatat dan kemampuan investor.
“Setiap kebijakan mengenai free float juga harus dilihat dari dua sisi tersebut demi terciptanya keseimbangan pasar dan likuiditas yang baik. Konsep penyesuaian akan kami publikasikan dalam waktu dekat untuk mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan,” tulis BEI dalam keterangannya.
BEI juga menyebut, fokus peningkatan free float tidak hanya dilakukan melalui perusahaan tercatat yang ada, tetapi juga lewat mendorong penawaran umum perdana saham (IPO) skala besar. Bursa menetapkan target lighthouse IPO dengan nilai kapitalisasi pasar di atas Rp3 triliun dan free float minimal 15% atau Rp700 miliar.
Untuk emiten yang sudah tercatat, BEI melakukan sejumlah langkah seperti sosialisasi, pemantauan pemenuhan kewajiban free float, pengenaan sanksi, notasi khusus, hingga penempatan di papan pemantauan bagi perusahaan dengan free float di bawah 5%.
(lav)





























