Meski dihadapkan pada keterbatasan sumber daya manusia, Nanik menegaskan BGN berupaya menjaga keseimbangan antara kuantitas dan kualitas. “Kami mau kualitas, tapi kebutuhan di lapangan juga sangat besar. Karena itu, perekrutan tetap jalan sambil kami tingkatkan pembekalan dan verifikasi dapur secara ketat,” katanya.
Ia juga menyinggung bahwa saat ini terdapat sekitar 100 verifikator yang diturunkan untuk mengawasi jalannya operasional dapur MBG. “Kalau perlu, jumlahnya akan ditambah agar pengawasan lebih optimal,” ucapnya.
Sebelumnya diberitakan Ahli Gizi Masyarakat, Tan Shot Yen, menyoroti kualitas tenaga ahli gizi yang berada di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di bawah program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, banyak tenaga ahli gizi di SPPG masih baru lulus dan minim pengalaman.
“Banyak masyarakat bertanya, 'Dok, kok di SPPG nggak ada ahli gizi?' Ada. Tapi setelah senior kami datang ke SPPG, ternyata ahli gizinya baru lulus,” katanya dikutip dari YouTube DPR RI.
Ia menyinggung bahkan soal pengetahuan dasar yang seharusnya dimiliki seorang ahli gizi. “Lebih lucu lagi, mereka enggak ngerti kalau ditanya apa itu HACCP. Hah, HACCP hewan apa itu? Lho, ahli gizi kok enggak ngerti?” katanya.
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan standar internasional yang digunakan untuk memastikan keamanan pangan. Sistem ini menjadi kunci penting dalam rantai penyediaan makanan, mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi.
(ell)
































