“Pengadaan BBM di Pertamina Patra Niaga lewat mekanisme tender, itu butuh proses, jika main tunjuk langsung beli dari trader di Singapura; pertanyaannya apakah SPBU swasta setuju dengan harga dasarnya?” tegas Yusri.
Harus Taat Hukum
Yusri menegaskan Pertamina juga tidak bisa menunjuk langsung perusahaan penjual BBM yang akan dibeli untuk memenuhi pasokan swasta. Meski kondisi mendesak, Pertamina dinilai tetap perlu melaksanakan proses tender dalam pengadaan base fuel untuk operator SPBU swasta.
Jika tidak, lanjut Yusri, Pertamina berpotensi diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada kemudian hari untuk dipertanyakan apakah terdapat payung hukum yang memperbolehkan impor BBM dilakukan tanpa melalui tender.
“Jika swasta belanja minyak, bebas. Paling mereka diperiksa auditor internal, tidak merugikan negara, keuntungan perusahan saja yang tergerus,” tegas dia.
Lebih lanjut, Yusri menilai langkah Bahlil mendorong SPBU swasta membeli BBM dari Pertamina untuk memenuhi pasokan bensin tidak memiliki dasar hukum.
Menurutnya, manuver Bahlil tersebut melanggar Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).
Dalam Pasal 7 Beleid tersebut telah ditegaskan bahwa kegiatan usaha hilir migas diselenggarakan melalui persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.
“Termasuk melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat,” ungkap dia.
Lebih Mahal
Dihubungi terpisah, Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC) Hadi Ismoyo berpendapat proses pengiriman BBM ke Indonesia dalam waktu 7 hari hanya dapat dilakukan dari hub Singapura.
Selain diprediksi berasal dari Singapura, Hadi memandang pembelian BBM tersebut dilakukan melalui kontrak pembelian spot sebab dilakukan untuk kebutuhan segera atau mendadak.
Pembelian dari pasar spot, padahal, berarti harga beli akan mengacu pada harga yang berlaku di pasar saat itu juga alias cenderung lebih mahal dibandingkan dengan harga kontrak berjangka.
“Harga spot itu sekali lagi fluktuatif. Bisa naik dan bisa turun dengan cepat. Dalam kondisi demand yang cukup tinggi, harga bisa 10%—20% lebih mahal dari harga kontrak jangka panjang,” kata Hadi ketika dihubungi, Senin (22/9/2025).
Menurutnya, pembelian BBM dari hub Singapura melalui kontrak jangka panjang saja sudah lebih mahal dari pembelian dari negara Timur Tengah. Dengan demikian, dia menilai harga BBM yang dibeli oleh Pertamina akan jauh lebih tinggi, karena dilakukan melalui kontrak spot.
Untuk diketahui, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan BBM untuk jaringan SPBU swasta mulai terisi dalam 7 hari sejak Jumat (19/9/2025).
Kepastian itu disampaikan Bahlil selepas menggelar rapat bersama dengan eksekutif SPBU Swasta di antaranya Shell Indonesia, BP-AKR, Vivo, Exxon, serta AKR Corporindo Jumat lalu.
"[Hal] yang jelas 7 hari barang ini [BBM] sudah jalan,” kata Bahlil saat menggelar konferensi pers di Kementerian ESDM pada hari yang sama.
Adapun, Bahlil membeberkan perusahaan pengelola SPBU swasta sepakat untuk membeli bensin dari Pertamina untuk mengisi kekosongan saat ini.
Nantinya, Pertamina bakal melakukan impor untuk menambal kebutuhan bahan bakar minyak jaringan SPBU swasta yang telah kosong sejak bulan lalu.
Di sisi lain, dia memastikan, bahan bakar yang akan dibeli SPBU swasta dari Pertamina akan berbasis fuel base atau murni.
“Dipastikan bahwa karena pasokan Pertamina yang sekarang sudah dicampur, jadi kemungkinan besar impornya impor baru,” kata Bahlil.
Menurut data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter sampai akhir tahun ini.
Kuota itu dianggap cukup untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta hingga Desember 2025 sebesar 571.748 kiloliter.
Sementara itu, dia menegaskan, kualitas BBM Pertamina yang dijual ke SPBU swasta harus melalui uji kualitas yang dilakukan oleh joint surveyor yang disepakati bersama.
Terpisah, Direktur Utama Pertamina Simon Mantir menjamin konsistensi mutu BBM usai kepastian bahwa perusahaan menjadi pemasok base fuel ke berbagai SPBU milik swasta. Dia juga menjamin Pertamina tidak akan memanfaatkan situasi untuk mencari keuntungan.
“Nanti kan standarnya sesuai spesifikasi Dirjen Migas. Nah, setelah itu, itu yang kita kirimkan ke semua, nanti akan diramu sesuai dengan resep dari masing-masing. Jadi penambahan aditif dan lainnya,” jelas Simon di Istana Kepresidenan, Jumat.
(azr/wdh)

































