Selain itu, Restu menambahkan, perseroannya turut mendorong kegiatan penambangan legal dari masyarakat yang dibentuk di bawah payung koperasi.
Dia menuturkan perseroannya saat ini telah membentuk 30 koperasi yang melakukan kegiatan penambangan legal di bawah izin usaha pertambangan (IUP) TINS.
Lewat kerja sama koperasi itu, dia berharap, kegiatan penambangan bisa ditingkatkan untuk kemudian masuk ke dalam pencatatan produksi TINS.
“Mudah-mudahan bisa lebih banyak lagi, 100 koperasi, 200 koperasi atau 300 koperasi yang dibutuhkan,” kata dia.
Sampai dengan semester I-2025, TINS mencatat produksi bijih timah sebesar 6.997 ton Sn atau turun 32% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10.279 ton SN.
Koreksi produksi itu disebabkan karena belum optimalnya aktivitas penambangan baik di darat maupun di laut, dampak cuaca angin utara dan angin tenggara, kondisi cadangan tidak menurus (spotted) dan kegiatan penambangan ilegal.
Konsekuensinya, produksi logam timah ikut terkoreksi 29% menjadi 6.870 metrik ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9.675 ton.
Sementara itu, penjualan logam timah turun 28% menjadi 5.983 ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 8.299 ton.
Di sisi lain, harga jual rata-rata logam timah sebesar US$32.816 per ton, naik 8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$30.397 per ton.
Sebagian besar penjualan logam timah diarahkan untuk buyer di luar negeri, dengan negara tujuan ekspor di antaranya Jepang 20%; Korea Selatan 19%: Singapura 16%; Belanda 10%; Italia 5%; dan India 4%. Sementara itu, penjualan domestik mengambil bagian 8%.
Laba Minus
Dari sisi kinerja keuangan, TINS mencatat laba sepanjang paruh pertama 2025 sebesar Rp300 miliar atau terkoreksi 31% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu di angka Rp434 miliar.
Adapun, TINS membukukan pendapatan sebesar Rp4,22 triliun atau susut 19% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp5,21 triliun.
Kendati demikian, beban pokok pendapatan perseroan turun 15,56% dari Rp4 triliun menjadi Rp3,37 triliun sampai periode yang berakhir Juni 2025.
Sementara itu, EBITDA perseroan sebesar Rp838 miliar atau lebih rendah 31% dibandingkan dengan posisi tahun lalu Rp1,2 triliun.
Di sisi lain, nilai aset perseroan susut ke level Rp12,33 triliun dari posisi tahun sebelumnya di angka Rp12,8 triliun.
Sementara itu, posisi liabilitas perseroan sebesar Rp5,03 triliun, turun 6% dibandingkan posisi akhir tahun lalu lantaran pembelian kembali seluruh medium term notes.
Posisi ekuitas ikut susut 2% ke level Rp7,29 triliun, dikarenakan adanya pembagian dividen tunan tahun buku 2024 sebesar Rp475 miliar yang telah dibayar pada Juli 2025.
(naw)


































