Saham–saham keuangan, dan saham kesehatan menjadi penyebab pelemahan IHSG dengan minus mencapai 0,27%, 0,8% dan 0,22%.
Saham yang menguat dan menjadi top gainers diantaranya saham PT Steady Safe Tbk (SAFE) yang melesat 34,4%, saham PT Atlas Resources Tbk (ARII) melejit 25%, dan saham PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) terbang 24,7%.
Saham–saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain saham PT Citra Putra Realty Tbk (CLAY) yang jatuh 12,1%, saham PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC) drop 10%, dan saham PT Agro Bahari Nusantara Tbk (UDNG) ambles 9,89%.
Bursa Saham Asia lain yang turut menguat, Weighted Index (TA), NIKKEI 225 (Tokyo), KOSPI (Korea Selatan), Shenzhen Comp. (China), TOPIX (Jepang), CSI 300 (China), KLCI (Malaysia), dan Shanghai Composite (China) yang berhasil menguat masing-masing mencapai 1,18%, 0,99%, 0,68%, 0,56%, 0,49%, 0,46%, 0,32%, dan 0,22%.
Di sisi berseberangan, Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), PSEI (Filipina), SETI (Thailand), Hang Seng (Hong Kong), SENSEX (India), dan Straits Times (Singapura) yang melemah dan drop dengan masing–masing 1,46%, 0,79%, 0,79%, 0,76%, 0,56%, dan 0,12%.
Kenaikan Bursa Saham Asia sejalan dengan momentum penguatan di Wall Street Amerika Serikat.
Pada perdagangan sebelumnya, Bursa Wall Street didominasi zona hijau. Nasdaq Composite, S&P 500, dan DJIA masing–masing melesat dengan dengan kenaikan 0,72%, 0,49%, dan 0,37%.
Sentimen yang memengaruhi Bursa Asia datang dari kabar yang membaik setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan adanya kemajuan terkait isu dengan China, dan mengatakan akan bertemu Presiden Xi Jinping usai pembicaraan telepon yang dinantikan antara keduanya.
“Pasar menunggu setiap detail terkait pertemuan dagang Trump-Xi yang diagendakan pada Oktober mendatang,” kata Michael Wan, Analis Senior di MUFG Bank, seperti yang diberitakan Bloomberg News.
Ia menambahkan, investor juga akan mencermati potensi stimulus dari China atau langkah lain untuk mendukung perekonomian.
Kebijakan Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed), juga jadi sentimen utama di pasar, dengan prospek pemangkasan suku bunga lebih lanjut turut mengangkat harapan.
“Secara umum, pasar tengah mencermati bagaimana Bank Sentral menavigasi keseimbangan antara mendukung pertumbuhan dan mengelola risiko fiskal, terutama di tengah kenaikan imbal hasil obligasi global dan penguatan dolar AS,” ujar Shier Lee Lim, Kepala Strategi Valas dan Makro di Convera Singapore.
Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, pasar masih mempertimbangkan arah kebijakan moneter Bank Sentral AS (Federal Reserve) pasca penurunan suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR) minggu lalu.
“Investor tetap antusias untuk mengukur arah kebijakan moneter AS setelah Federal Reserve mengindikasikan fase pelonggaran bertahap di masa mendatang, dengan para pelaku pasar memprediksi penurunan suku bunga sebesar 44 bps dalam dua pertemuan kebijakan tersisa tahun ini,” jelas riset Phillip, Senin.
Sementara itu, Bank Sentral China (Peoples Bank of China/PBOC) mempertahankan suku bunga acuan Loan Prime Rate (LPR) selama empat bulan berturut–turut kendatipun Federal Reserve memangkas suku bunga minggu lalu.
PBOC mempertahankan LPR bertenor 1 Tahun dan 5 Tahun masing-masing di 3,0% dan 3,5%.
Keputusan ini sejalan dengan ekspektasi para ekonom, Pemerintah China akan menunda peluncuran paket stimulus berskala besar di tengah reli pasar saham baru-baru ini, meskipun serangkaian data ekonomi menunjukkan tanda–tanda ekonomi China mulai kehabisan tenaga.
Mencermati lebih jauh, saat–saat PBOC memangkas suku bunga LPR adalah pada bulan Mei silam, sebesar 10 bps dan merupakan bagian dari upaya Pemerintah China untuk menopang ekonomi.
“PBOC pada hari Kamis mempertahankan suku bunga acuan 7-Day Reserve Repo Rate pasca pemangkasan suku bunga Federal Funds Rate (FFR) sebesar 25 bps oleh Federal Reserve pada hari Rabu.”
(fad/ain)





























