“Instrumen pengaturan impor ditetapkan melalui mekanisme Persetujuan Impor (PI) yang hanya dapat diberikan kepada importir pemegang API-P,” kata Budi.
Persyaratan lain berupa rekomendasi teknis dari Kementerian Perindustrian atau Neraca Komoditas (NK) jika telah tersedia. Seluruh proses pengawasan akan dilakukan di pabean.
Kemendag juga mendorong agar ubi kayu dan produk turunannya dimasukkan ke dalam Neraca Komoditas ke depan. Artinya, kebijakan impornya akan disesuaikan dengan kebutuhan nasional, kapasitas produksi dalam negeri, dan potensi kekurangannya. Dengan demikian, kepentingan industri terpenuhi dan perlindungan terhadap petani singkong juga terjaga.
Sementara itu, Permendag 32/2025 merupakan perubahan atas Permendag 20/2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Bahan Kimia, Bahan Berbahaya, dan Bahan Tambang. Aturan ini mengatur kembali etanol sebagai komoditas yang wajib memperoleh Persetujuan Impor.
Menurut Budi, langkah tersebut dilakukan untuk merespons usulan berbagai kementerian dan asosiasi agar impor etanol kembali dikendalikan.
“Tujuannya, agar tidak mengganggu penyerapan tetes tebu lokal. Etanol ini sangat penting bagi industri, tetapi juga harus dipastikan tidak merugikan petani tebu yang selama ini memasok bahan baku,” terangnya.
Ia menambahkan, kebijakan ini diambil untuk menjaga stabilitas harga molases yang menjadi bahan baku utama etanol sekaligus mendukung program swasembada gula, swasembada energi, serta pengembangan ekonomi hijau.
Permendag 32/2025 juga memperluas ruang distribusi bahan berbahaya (B2). Importir Terdaftar (IT-B2), khususnya BUMN pemegang Angka Pengenal Importir Umum (API-U), kini dapat menyalurkan B2 kepada industri farmasi, obat tradisional, kosmetik, serta pangan olahan.
Namun, distribusi bahan berbahaya ke sektor tersebut tetap wajib dilengkapi rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Dengan Permendag ini, pemerintah memastikan bahwa distribusi bahan berbahaya tetap terkendali, namun pada saat yang sama memberikan kemudahan bagi sektor-sektor strategis agar tetap memperoleh pasokan bahan baku yang dibutuhkan secara aman, legal, dan sesuai ketentuan,” kata Budi.
Budi mengklaim kedua Permendag tersebut menjadi langkah pemerintah untuk menyeimbangkan kebutuhan industri dengan perlindungan terhadap petani dan kepentingan nasional.
“Kami ingin memastikan kebijakan impor tidak merugikan petani dan industri dalam negeri. Di sisi lain, industri farmasi dan kosmetik juga harus tetap mendapat kepastian pasokan bahan baku,” pungkasnya.
(ell)






























