Di sisi lain, dia memastikan, bahan bakar yang akan dibeli SPBU swasta dari Pertamina akan berbasis fuel base atau murni.
“Dipastikan bahwa karena pasokan Pertamina yang sekarang sudah dicampur, jadi kemungkinan besar impornya impor baru,” kata Bahlil.
Menurut data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter sampai akhir tahun ini.
Kuota itu dianggap cukup untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta hingga Desember 2025 sebesar 571.748 kiloliter.
Sementara itu, dia menegaskan, kualitas BBM Pertamina yang dijual ke SPBU swasta harus melalui uji kualitas yang dilakukan oleh joint surveyor yang disepakati bersama.
Di sisi lain, dia berharap, selepas kesepakatan tersebut persoalan terkait dengan kelangkaan bensin di jaringan SPBU swasta bisa teratasi dalam waktu dekat.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan tambahan kuota impor BBM periode 2025 untuk perusahaan SPBU swasta seperti Shell dan BP-AKR mencapai 7.000—44.000 kl.
Jumlah tersebut merupakan tambahan 10% dari kuota impor yang diberikan pada tahun lalu. Angka tersebut juga terpaut jauh dengan tambahan volume impor BBM yang didapatkan PT Pertamina Patra Niaga untuk tahun ini, yaitu sekitar 613.000 kl.
Dengan begitu, jika mengacu pada volume tambahan kuota 2025 sebesar 10% dari total kuota 2024 dan dibandingkan dengan unit SPBU yang dimiliki, dapat diasumsikan bahwa realisasi impor BP-AKR pada 2024 adalah sekitar 70.000 kl.
Sebab, per akhir Maret 2025, perseroan telah mengoperasikan 64 SPBU di Indonesia secara kumulatif.
Sementara itu, Shell Indonesia dapat diasumsikan mencatatkan realisasi impor BBM pada 2024 sekitar 440.000 kl. Terlebih, Shell tercatat mengoperasikan sekitar 215 SPBU di Indonesia.
KPPU juga mengungkapkan pangsa pasar Pertamina Patra Niaga dalam segmen BBM nonsubsidi tercatat sekitar 92,5%, sedangkan perusahaan SPBU swasta hanya berada pada kisaran 1%—3%.
(naw)






























