Keputusan Fed memangkas bunga acuan tadi malam sesuai perkiraan pasar, diikuti oleh aksi jual di pasar surat utang AS, US Treasury terutama tenor pendek yang sensitif dengan kebijakan bunga acuan. Aksi jual itu dipicu oleh proyeksi inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) yang lebih hawkish untuk tahun depan.
Analis memperkirakan, ada kemungkinan arah kebijakan The Fed akan cenderung bertahan pada semester pertama tahun depan atau sampai masa jabatan Powell berakhir pada Mei 2026.
"Sinyal hawkish the Fed untuk tahun depan membuat Rupiah terekspos dengan risiko exchange rate overshooting di 1H-26 [semester pertama tahun 2026], terutama mengingat policy rate spread antara BI rate dibanding FFR [Fed Fund Rate] yang tipis hanya 50 bps," kata tim analis Mega Capital Sekuritas dalam catatannya pagi ini.
Menilik sinyal dari Gubernur BI Perry Warjiyo yang menegaskan posisi kebijakan bank sentral untuk 'all out' mendukung pertumbuhan, analis mengantisipasi beberapa skenario yang mungkin terjadi dan berdampak ke rupiah.
Skenario pertama, BI tidak menghiraukan risiko overshooting dan terus memangkas suku bunga lagi di sisa tahun ini sebanyak 50 bps, dan melanjutkannya pada tahun depan sebanyak 50-75 bps, demi mendukung sepenuhnya pertumbuhan ekonomi.
Skenario kedua, BI bersikap lebih hati-hati dengan berusaha memperlebar jarak policy rate spread kembali ke level minimal 100 bps pada tahun depan dengan pemangkasan bunga acuan hanya 25 bps di akhir tahun ini.
Pasar akan memantau kecenderungan arah kebijakan BI ke depan, dengan stance terakhir Federal Reserve.
Reli SUN Tak Patah
Pelemahan rupiah hari ini, berikut sentimen negatif yang melanda pasar obligasi global nyatanya tak berpengaruh terhadap pasar obligasi dan saham domestik.
Reli harga SUN masih berlanjut makin melaju ditandai dengan penurunan yield tenor 4Y hingga 18,2 basis poin ke level 5,150%, bersama tenor 5Y yang juga turun hingga 11 bps di level 5,357%, terendah sejak tahun 2022 silam.
Sedangkan imbal hasil SUN-2Y menyentuh level di bawah 5% dengan penurunan 5,9 bps, tepatnya kini di 4,999%.
Analis memperkirakan kurva imbal hasil SUN akan semakin curam ke depan, sementara rupiah menghadapi tekanan akibat faktor global ditambah kekhawatiran investor akan risiko pelemahan independensi bank sentral.
Analis Citigroup termasuk Johanna Chua dan Rohit Garg dalam catatannya, dilansir oleh Bloomberg News hari ini, mengatakan, "Obligasi front-end akan didukung oleh keputusan BI Rate September ini, dengan kurva imbal hasil mengarah lebih curam ke depan karena risiko fiskal jangka menengah."
Independensi BI menjadi perhatian menyusul rencana revisi Undang-undang di parlemen, juga pergantian posisi menteri keuangan ditambah program berbagi beban, akan menjadi faktor-faktor yang bisa mengerosi stabilitas rupiah dalam jangka menengah.
Analis menilai, keputusan BI kemarin melontarkan sinyal dovish yang lebih kuat. Yield SUN 5Y akan ada di kisaran 4,75%-5% dengan asumsi BI Rate akan terhenti di level 4,25%-4,5%.
(rui/aji)

































