Baik China maupun AS sama-sama menargetkan pengiriman misi berawak ke bulan dalam lima tahun ke depan. Pelaksana tugas Administrator NASA, Sean Duffy, menepis kekhawatiran bahwa China akan lebih dulu sampai. Dalam pidatonya kepada seluruh pegawai NASA, ia menegaskan, “Saya tidak akan membiarkan itu terjadi. Amerika telah memimpin di luar angkasa di masa lalu, dan akan terus memimpin di masa depan.”
“Sekarang kita berada dalam perlombaan luar angkasa kedua,” kata Duffy dalam siaran langsung NASA kepada wartawan pada Rabu (10/9). “China ingin kembali ke bulan sebelum kita. Itu tidak akan terjadi.”
Langkah ini menjadi gejolak terbaru bagi NASA, yang tahun ini juga menghadapi pemangkasan anggaran, pengurangan staf, dan pertanyaan soal arah program eksplorasi antariksa andalannya.
Senator Texas, Ted Cruz, menekankan bahwa AS harus memastikan “Amerika, bukan China, yang menetapkan aturan main di luar angkasa.” Ia menambahkan, pendanaan yang diberikan komitenya kepada NASA untuk pengembangan Space Launch System buatan Boeing dan kapsul Orion milik Lockheed Martin adalah kunci agar “astronot Amerika, bukan China, yang kembali ke bulan dan memimpin jalan menuju Mars.”
Sementara itu, pemerintahan Presiden Donald Trump telah memangkas secara signifikan riset iklim NASA, termasuk mengusulkan penghapusan dua satelit pemantau karbon dioksida, di tengah pemotongan besar-besaran terhadap program ilmu kebumian.
Ketegangan AS dan China semakin meningkat sejak Trump menjabat pada Januari. Kedua negara terlibat perang dagang yang saling balas.
Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, pada Selasa melakukan panggilan dengan mitranya dari China. Ia juga akan mengirim perwakilan Pentagon untuk hadir di Xiangshan Forum, pertemuan keamanan tahunan terbesar di China, pekan depan.
Dalam KTT BRICS baru-baru ini, Presiden China Xi Jinping mengatakan perang tarif dan perdagangan “sangat mengganggu ekonomi dunia dan merusak aturan perdagangan internasional.”
(bbn)




























