“Jadi wajib beli dari Pertamina jelas menyalahi semangat dari UU Migas itu, jadi dalam bentuk pembatasan masuk entry barrier dan arahnya ke monopoli distribusi oleh Pertamina,” kata Media ketika dihubungi, Kamis (11/9/2025).
“Jadi KPPU [Komisi Pengawas Persaingan Usaha] bisa masuk untuk melihat sejauh mana ini regulatory barrier yang tidak proporsional untuk swasta,” tegas Media.
Dalam kaitan itu, Media menegaskan pemerintah tak bisa menjadikan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai landasan mendorong perusahaan SPBU swasta membeli BBM dari Pertamina.
Menurutnya, dalam kerangka hukum sektoral yakni UU Migas, sudah ditegaskan bahwa penguasaan negara tidak berarti memperbolehkan adanya monopoli bisnis secara mutlak oleh badan usaha milik negara (BUMN).
“Jadi negara tetap bisa menguasai dari sisi regulasi, kebijakan, pengawasan; tetapi juga memberi ruang pada swasta untuk ikut di kegiatan hilir. Konsepnya seperti regulated competition; jadi swasta boleh bersaing mendistribusikan BBM dengan standar dan izin pemerintah,” tegas Media.
Persaingan Sehat
Senada, pakar energi dari Universitas Padjajaran (Unpad) Yayan Satyakti menegaskan bahwa dalam Pasal 7 UU Migas dijelaskan bahwa kegiatan usaha hilir migas—termasuk kilang dan SPBU — diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.
Dengan begitu, dia menyatakan bisnis hilir migas memang bukan merupakan pasar bebas sebab perusahaan swasta tetap perlu mengurus perizinan ke pemerintah. Akan tetapi, UU tersebut juga tak membolehkan negara memonopoli bisnis hilir migas.
“Nah jadi, apakah liberalisasi? Enggak. Jadi kalau kita lihat sifat pasarnya, bahwa pasar energi di Indonesia khususnya untuk BBM itu tidak diliberalisasi. Namun, dia mencoba untuk mencari, meningkatkan efisiensi, di mana pemerintah tidak bisa hadir. Jadi itu peran swasta,” terang Yayan.
Untuk diketahui, Menteri ESDM berkeras bahwa arahan bagi BU hilir migas swasta untuk membeli BBM dari PT Pertamina (Persero) tidaklah menjurus pada praktik monopoli usaha.
Bahlil berdalih arahan pembelian BBM ke Pertamina untuk operator SPBU swasta—khususnya Shell dan BP-AKR — merupakan bentuk kolaborasi antarbisnis atau business to business (B2B).
“Ini bukan persoalan persaingan usaha. Ini persoalan Pasal 33 [UUD 45] hajat hidup orang banyak, itu alangkah lebih bagus dikuasai oleh negara, tetapi bukan berarti totalitas semua dikuasai oleh negara,” tegasnya saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (9/9/2025).
Dia juga membantah tudingan pemerintah sengaja menahan tambahan izin impor kepada SPBU swasta, yang saat ini tengah kesulitan pasokan BBM khususnya RON 92 dan ke atas.
Di sisi lain, KPPU menyatakan telah memanggil Kementerian ESDM dan perusahaan SPBU yakni Pertamina, Shell Indonesia, dan BP-AKR.
Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto menjelaskan, pemanggilan tersebut dilakukan untuk berdiskusi terkait kebijakan izin impor BBM. Saat ini, KPPU sedang melakukan analisis terhadap informasi yang dimiliki sembari menunggu data tambahan yang dibutuhkan.
“Sudah ada diskusi dengan para pihak. Analisis sambil berjalan dan menunggu data informasi yang kami perlukan,” kata Taufik ketika dikonfirmasi.
Akan tetapi, Taufik menegaskan KPPU belum dapat mengungkapkan temuan awal soal izin impor tersebut. “Masih diproses substansinya,” Taufik menegaskan.
Sebelumnya, Taufik menjelaskan bahwa kajian yang dilakukan KPPU akan menentukan apakah kebijakan yang diambil oleh Kementerian ESDM tersebut mengarah kepada kebijakan yang menghambat persaingan usaha atau tidak.
Jika kebijakan durasi izin impor yang dipangkas tersebut terbukti menghambat persaingan usaha, KPPU akan memberikan rekomendasi kepada kementerian teknis terkait, dalam hal ini Kementerian ESDM.
Sekadar catatan, dua perusahaan ritel BBM swasta—yakni Shell Indonesia dan BP-APKR — melaporkan kehabisan pasokan sejak akhir bulan lalu. Dua operator SPBU swasta tersebut melaporkan kekosongan BBM dengan nilai oktan 92 ke atas, dan masih terjadi hingga saat ini.
Hadirnya SPBU swasta di Indonesia tidak lepas dari adanya reformasi Undang-Undang Minyak dan Gas (Migas) dengan berlakunya Undang-undang No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).
UU tersebut memberikan kebebasan berusaha di sektor hilir migas Tanah Air, sehingga menjadikan perusahaan pelat merah Indonesia harus berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan migas lainnya secara sehat dan wajar.
SPBU Shell di Indonesia pada akhirnya meluncur sebagai SPBU swasta pertama di Tanah Air pada 1 November 2005. Lokasinya ditempatkan di Lippo Karawaci, Tangerang, Banten.
(azr/wdh)
































