Logo Bloomberg Technoz

Dia menilai pemerintah sebelumnya terlambat membelanjakan anggaran negara dan mengendapkan dananya di Bank Indonesia. Padahal seharusnya, anggaran tersebut bisa dimanfaatkan untuk belanja dan 'membasahi' sistem keuangan.  

"Tapi ini kan tidak (diletakkan di sistem). Kita sudah santai-santai, kering sistem," tutur dia.

Dalam kesempatan tersebut, Purbaya juga menilai bahwa aksi demostrasi besar-besaran di Indonesia yang berlangsung pada akhir Agustus lalu merupakan imbas dari kesalahan kebijakan fiskal dan moneter berkepanjangan.

Dia lantas mengatakan Pemerintah Indonesia tidak mengambil pelajaran dari terjadinya krisis moneter pada 1998 silam, adanya krisis ekonomi pada 2009, hingga peristiwa pandemi Covid-19 pada 2020 lalu. Dari deretan peristiwa itu, pemerintah semestinya bisa ambil pelajaran penting.

"Hal yang bapak-bapak rasakan adalah yang kemarin demo itu, karena tekanan berkepanjangan di ekonomi, karena kesalahan kebijakan fiskal dan moneter sendiri yang sebetulnya kita kuasai," ujarnya.

Purbaya mengatakan, kebijakan moneter dan fiskal terlalu ketat yang diambil dalam deretan peristiwa tersebut akan membuat likuiditas di sistem keuangan 'kering', yang pada akhirnya menekan kinerja sektor riil.

Tetapi, lanjut dia, pemerintah justru malah kerap menyalahkan faktor adanya ketidakpastian ekonomi global. Padahal, kata dia, sekitar 90% perekonomian Indonesia ditopang oleh permintaan domestik. Dia juga menyinggung pemerintah seakan lupa terhadap peristiwa 1998 lalu.

Saat itu, otoritas moneter negara mengeluarkan kebijakan menaikkan suku bunga hingga mencapai 60% guna stabilitasi rupiah. Akibatnya, moneter dalam negeri justru mengalami sengkarut, yang turut membuat industri hancur.

"Bunga yang tinggi menghancurkan riil sektor, uang yang banyak dipakai untuk menyerang nilai tukar rupiah kita. Jadi kita membiayai kehancuran ekonomi kita pada waktu itu tanpa sadar," tutur dia.

Sebaliknya, pada peristiwa 2008—2009, pemerintah justru menempuh langkah ekspansif dengan mempercepat belanja dan menurunkan bunga. Itu, kata dia, mampu menjaga pertumbuhan di tengah krisis finansial global (GFC).

"Kalau kita menjaga nilai tukar rupiah dan lain-lain, ciptakan pertumbuhan ekonomi. Kalau mau ciptakan pertumbuhan ekonomi, jaga kondisi likuiditas di sistem ekonomi," kata dia.

(lav)

No more pages