Blok BRICS — yang dibentuk oleh Brasil, Rusia, India, China, dan kemudian Afrika Selatan, serta kini diperluas ke sejumlah negara lain — sebelumnya juga mengkritik kebijakan Trump dalam pertemuan Juli lalu. Kritik tersebut memicu ancaman dari Trump yang menyebut BRICS mendorong kebijakan “anti-Amerika”.
Tak lama setelah KTT di Rio de Janeiro, Trump menempatkan Brasil dalam pusat perang dagangnya. Ia mengancam akan menjatuhkan tarif jika Mahkamah Agung Brasil tidak menghentikan sidang terhadap mantan Presiden Jair Bolsonaro terkait tuduhan kudeta. Pada akhir Agustus, Trump juga memberlakukan tarif 50% terhadap produk India sebagai hukuman atas impor minyak Rusia.
Perdana Menteri India Narendra Modi absen dalam pertemuan virtual kali ini dan diwakili oleh menteri luar negerinya. Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, serta pemimpin dari Mesir, Iran, dan Indonesia, hadir bersama Putra Mahkota Uni Emirat Arab dan wakil menteri luar negeri Ethiopia, menurut keterangan pemerintah Brasil.
Xi dan Lula kompak menyerukan BRICS untuk memperkuat pendekatan multilateral dalam perdagangan dan urusan internasional. Mereka juga menegaskan pentingnya meningkatkan representasi negara-negara berkembang di lembaga global seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Negara-negara BRICS mencakup hampir setengah populasi dunia, sekitar 30% output ekonomi global, dan seperlima perdagangan dunia,” kata Xi. “Kita juga memiliki sumber daya alam besar, produsen utama, dan pasar luas. Semakin erat kita bekerja sama, semakin tangguh dan efektif kita menghadapi risiko eksternal.”
Xi turut mendorong penguatan kerja sama BRICS di bidang perdagangan, keuangan, dan teknologi sebagai upaya memperkuat pembangunan bersama. Ia kembali menegaskan komitmen China pada Inisiatif Pembangunan Global dan Belt and Road Initiative.
“Itu tugas BRICS untuk menunjukkan bahwa kerja sama mampu mengatasi segala bentuk rivalitas,” ujar Lula. “Kita memiliki legitimasi yang diperlukan untuk memimpin pembaruan sistem perdagangan multilateral dengan landasan modern, fleksibel, dan sesuai kebutuhan pembangunan kita.”
Dalam pidatonya, Presiden Ramaphosa menyebut negara-negara berkembang tengah menghadapi “kesulitan dan ancaman besar” serta menegaskan bahwa Afrika Selatan telah merasakan dampak ekonomi negatif dari gejolak perdagangan global. Seperti Lula dan Xi, ia juga menyerukan agar BRICS “memainkan peran penting dalam memperkuat sistem multilateral.”
(bbn)

































