Logo Bloomberg Technoz

Upaya mitigasi sebelum bencana disebut pra-bencana. Tahap ini berfokus pada persiapan dan pencegahan agar risiko dapat ditekan seminimal mungkin.

Pertama, setiap keluarga dianjurkan memiliki rencana penyelamatan diri. Latihan evakuasi sederhana seperti merunduk, melindungi kepala, hingga berlindung di bawah meja perlu dilakukan secara berkala. Hal ini akan membantu insting bertahan ketika guncangan benar-benar terjadi.

Kedua, masyarakat disarankan menyiapkan peralatan darurat. Alat pemadam kebakaran, kotak P3K, serta perlengkapan keselamatan dasar wajib tersedia di rumah. Selain itu, perlengkapan seperti senter, baterai cadangan, hingga air minum juga penting sebagai bekal ketika situasi darurat berlangsung lama.

Ketiga, dari sisi bangunan, rumah maupun gedung perlu direnovasi atau dibangun dengan konstruksi tahan gempa. Fondasi yang kuat serta material berkualitas dapat mencegah kerusakan fatal. Langkah ini terbukti menurunkan jumlah korban pada berbagai bencana gempa di dunia.

Keempat, edukasi publik juga menjadi bagian penting mitigasi pra-bencana. Sekolah, kantor, maupun lingkungan masyarakat perlu memiliki jalur evakuasi jelas dan rencana tanggap darurat. Dengan begitu, koordinasi lebih mudah dilakukan ketika gempa benar-benar melanda.

Mitigasi Saat Gempa Terjadi

Laporan visual sejumlah kerusakan pascagempabumi M 5.0 di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/9). (Dok. Istimewa)

Ketika guncangan terasa, kepanikan sering kali menguasai. Padahal, tindakan yang tepat saat gempa berlangsung dapat menyelamatkan banyak nyawa.

Langkah utama adalah segera berlindung di bawah meja atau tempat yang kokoh untuk menghindari benda jatuh. Jika tidak memungkinkan, menempel pada dinding bagian dalam ruangan bisa menjadi alternatif. Kepala perlu dilindungi agar terhindar dari cedera serius.

Bila berada di dalam gedung bertingkat, masyarakat diimbau menggunakan tangga darurat, bukan lift atau eskalator. Pasalnya, gempa bisa merusak sistem kelistrikan sehingga berisiko terjebak.

Di luar ruangan, hindari area dekat tiang, pohon, kabel listrik, atau bangunan tinggi yang mungkin roboh. Pilihlah ruang terbuka seperti lapangan atau jalanan lebar untuk berlindung.

Selain itu, kenali struktur bangunan terkokoh di sekitar, misalnya sudut ruangan dengan rangka kuat. Area ini sering kali menjadi titik aman saat gempa menghantam.

Mitigasi Setelah Gempa

Pasca-gempa merupakan tahap yang tidak kalah penting. Meski guncangan utama telah berhenti, ancaman bahaya belum sepenuhnya hilang karena potensi gempa susulan selalu ada.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah tetap waspada. Jangan langsung kembali ke dalam rumah atau bangunan sebelum dipastikan aman. Periksa kondisi struktur, terutama dinding, tiang, dan fondasi. Bila ada retakan serius, sebaiknya hindari menempati bangunan tersebut.

Kedua, perhatikan sumber bahaya lain seperti kebakaran, kebocoran gas, maupun kabel listrik putus. Segera matikan aliran listrik dan gas bila memungkinkan untuk mencegah kebakaran.

Ketiga, bila berada di kawasan rawan longsor atau dekat tebing, segera menjauh. Longsoran tanah bisa terjadi akibat gempa susulan dan menimbulkan bahaya tambahan.

Keempat, bila perlu mendirikan tenda darurat, pilih lokasi lapang yang jauh dari risiko reruntuhan. Air bersih, sanitasi, dan jarak aman dari jalur sungai juga harus dipertimbangkan.

Terakhir, selalu ikuti informasi resmi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Hindari menyebarkan kabar bohong atau hoaks yang justru memperkeruh situasi.

Gempa Bekasi 20 Agustus 2025, Pengingat untuk Selalu Siaga

Gempa berkekuatan M4,7 guncang Bekasi, Rabu (20/8/2025) malam. (BMKG)

Guncangan yang dirasakan masyarakat Bekasi dan Jakarta pada 20 Agustus 2025 menjadi pengingat nyata bahwa gempa bumi bisa terjadi kapan saja. Meski intensitasnya tidak merusak, pengalaman tersebut menunjukkan betapa pentingnya kesiapan menghadapi bencana.

Para ahli mengingatkan bahwa wilayah Indonesia termasuk dalam Cincin Api Pasifik, zona rawan gempa dan letusan gunung berapi. Oleh karena itu, mitigasi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan.

Masyarakat yang memahami langkah mitigasi akan lebih tenang, terarah, dan sigap dalam mengambil keputusan. Hal ini terbukti mengurangi jumlah korban pada berbagai bencana sebelumnya, termasuk di Palu, Yogyakarta, hingga Aceh.

Pentingnya Edukasi Mitigasi di Lingkungan Sosial

Selain keluarga, peran komunitas sangat penting dalam membangun budaya kesiapsiagaan. Sekolah, tempat kerja, hingga lingkungan RT/RW perlu rutin mengadakan simulasi tanggap bencana.

Dengan adanya latihan bersama, koordinasi evakuasi menjadi lebih mudah ketika situasi darurat benar-benar terjadi. Bahkan, anak-anak sejak dini sudah dapat memahami langkah sederhana penyelamatan diri.

Program edukasi ini juga bisa diperluas melalui media sosial, penyuluhan warga, hingga kolaborasi dengan lembaga terkait. Masyarakat yang paham mitigasi otomatis lebih tangguh menghadapi guncangan gempa.

Gempa bumi adalah fenomena alam yang tidak dapat dihindari, tetapi risiko yang ditimbulkannya bisa diminimalkan. Dengan memahami panduan mitigasi sebelum, saat, dan sesudah gempa, masyarakat dapat lebih siap menghadapi bencana.

Bekasi pada 20 Agustus 2025 menjadi contoh nyata betapa gempa bisa datang tanpa peringatan panjang. Oleh karena itu, persiapan, edukasi, serta koordinasi antarwarga menjadi kunci utama.

Langkah-langkah sederhana seperti menyiapkan tas darurat, berlindung di tempat aman, hingga mengikuti informasi resmi bisa menyelamatkan nyawa. Dengan demikian, mitigasi gempa bumi seharusnya menjadi budaya yang melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

(seo)

No more pages