Sepanjang 2025, Toyota mengalami lonjakan penjualan berkat kuatnya permintaan mobil hybrid dan gelombang pembelian mobil pada awal tahun, saat konsumen bergegas sebelum tarif impor mobil dan suku cadang dari Presiden Donald Trump diberlakukan.
Mobil Jepang kini dikenakan bea masuk 15% saat masuk ke AS, lebih rendah dari ancaman tarif tambahan 25% yang sebelumnya dihadapi, namun tetap menjadi hambatan besar bagi merek-merek papan atas.
Awal bulan ini, Toyota memangkas proyeksi laba tahunannya setelah memperkirakan adanya beban ¥1,4 triliun (Rp155 triliun) akibat tarif Trump. Perusahaan kini menargetkan laba operasi ¥3,2 triliun (Rp355,2 triliun) untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2026, turun dari perkiraan awal ¥3,8 triliun (Rp421,8 triliun).
Sementara itu, Honda Motor Co. melaporkan penjualan global turun 7,6% menjadi 279.727 unit pada Juli, sebagian akibat penurunan di China. Produksi juga turun 7% menjadi 277.635 unit.
Nissan Motor Co. justru mencatatkan peningkatan tipis 0,5% menjadi 262.745 unit, menghindari penurunan untuk pertama kalinya dalam 16 bulan. Hal itu didorong lonjakan 22% di China berkat permintaan mobil listrik penuh N7.
Di luar ketidakpastian perdagangan, dan meski ada lonjakan popularitas mobil hybrid, Toyota dan produsen Jepang lain menghadapi persaingan makin ketat dari model listrik berteknologi tinggi yang dipimpin BYD Co. asal China dan Tesla Inc. milik Elon Musk.
(bbn)






























