Konsep stable coin ini dianggap sebagai kunci. Nilainya akan dipatok satu banding satu dengan rupiah, sehingga tidak menimbulkan risiko terhadap stabilitas mata uang. Timo menekankan, kripto dalam payment lebih mirip dengan e-money seperti GoPay atau OVO, hanya saja dalam format Blockchain.
Manfaat lain yang sangat dirasakan adalah bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Timo menyebut biaya remitansi konvensional saat ini memakan 6–7 persen dari jumlah kiriman, sementara proses transfer bisa memakan waktu hingga tiga hari. Kondisi ini dianggap merugikan.
Dengan efisiensi tersebut, kripto bisa menjadi solusi nyata untuk mendukung jutaan keluarga penerima kiriman dana di Tanah Air. Efek domino dari efisiensi biaya dan waktu diyakini akan memperkuat daya beli sekaligus mempercepat sirkulasi uang di masyarakat.
Meski peluangnya besar, penggunaan kripto sebagai payment di Indonesia masih terkendala regulasi. Timo berharap pemerintah bisa segera merumuskan aturan yang jelas, sehingga ekosistem kripto dapat berkembang lebih sehat dan terarah.
Ia menambahkan, langkah cepat pemerintah akan membantu Indonesia sejajar dengan negara maju seperti Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa yang telah lebih dulu mengadopsi kripto sebagai alat pembayaran resmi.
Dengan dukungan regulasi, infrastruktur, serta stable coin rupiah yang solid, Timo yakin kripto bisa berperan penting dalam mendorong efisiensi ekonomi digital Indonesia tanpa mengganggu kedaulatan rupiah.
(tim)































