Logo Bloomberg Technoz

Lutnick mengatakan AS menginginkan saham Intel sebagai imbalan atas hibah yang telah disetujui sejak pemerintahan mantan Presiden AS Joe Biden. "Kita harus mendapatkan bagian ekuitas untuk uang kita," ujar Lutnick dalam program Squawk on the Street CNBC, Selasa (19/8/2025).

"Alhasil, kita akan menyalurkan dana yang sudah dijanjikan di bawah pemerintahan Biden, dan kita akan mendapatkan saham ekuitas sebagai imbalannya."

Saham Sempat Naik Hampir 7%

Harga saham Intel terpantau naik hampir 7% pada perdagangan Selasa (19/8/2025). Angkanya terus menguat berkat laporan bahwa pemerintahan Trump sedang mempertimbangkan pelbagai cara untuk terlibat dengan produsen cip yang tengah terpuruk tersebut.

Bloomberg News pada Senin (18/8/2025) melaporankan pemerintahan Trump sedang membahas ihwal akusisi saham Intel, menurut seorang pejabat Gedung Putih dan beberapa narasumber lain yang mengetahui masalah ini. Ini merupakan langkah yang bisa menjadikan AS sebagai pemegang saham terbesar produsen cip tersebut.

Pemerintah federal sedang mempertimbangkan potensi investasi di Intel yang akan melibatkan konversi sebagian atau seluruh hibah perusahaan dari Undang-Undang Cip dan Sains AS menjadi saham, kata narasumber itu, yang meminta tak disebutkan namanya karena informasi tersebut bersifat rahasia.

Intel dijadwalkan menerima hibah gabungan sebesar US$10,9 miliar atau setara dengan Rp177,7 triliun (kurs Rp16.303/dolar AS) berdasarkan Undang-Undang Cip guna produksi komersial dan militer. 

Angka itu diperkirakan cukup untuk membiayai kepemilikan yang ditarget. Dengan nilai pasar Intel saat ini, 10% saham perusahaan pembuat cip itu akan bernilai sekitar US$10,5 miliar atau Rp171,1 triliun. Narasumber anonim itu juga mengungkap besaran pasti kepemilikan saham itu, serta apakah Gedung Putih bakal melanjutkan rencana tersebut, belum bisa dipastikan.

Juru bicara Gedung Putih, Kush Desai menolak berkomentar soal detail diskusi tersebut, hanya mengatakan belum ada kesepakatan resmi sampai diumumkan oleh Pemerintah AS. Departemen Perdagangan, yang mengawasi Undang-Undang Cip, pun menolak berkomentar. Intel juga belum membalas permintaan komentar.

SoftBank Beli Saham Intel

Menurut laporan Bloomberg News, Selasa (19/8/2025), perusahaan investasi multinasional asal Jepang, SoftBank Group Corp setuju untuk membeli saham Intel Corp. senilai US$2 miliar atau sekitar Rp32,6 triliun (kurs Rp16.300/dolar AS). Kesepakatan tak terduga ini akan mendukung perusahaan AS tersebut sambil memperkuat ambisi cipnya sendiri.

SoftBank, yang menambahkan Intel ke portofolio investasinya mencakup pilar AI seperti Nvidia Corp dan TSMC, bakal membayar US$23 per saham atau setara dengan Rp374.918 per saham—sedikit diskon dari harga penutupan terakhir Intel. SoftBank, pemilik Arm Holdings Plc, berusaha selama puluhan tahun untuk menjadi pemain utama di bidang AI.

Ambisi tersebut makin tajam pada 2025 dengan pengumuman Stargate, proyek senilai US$500 miliar atau sekitar Rp8.150 triliun bersama OpenAI, Oracle Corp, dan SWF Abu Dhabi MGX untuk membangun pusat data esensial di AS.

Waktu Lama Perbaiki Kinerja Keuangan

Bloomberg News sempat melaporkan bahwa CEO Intel Corp Lip-Bu Tan memberikan identifikasi yang tajam kepada para investor soal masalah-masalah yang dihadapi perusahaan pada Kamis (24/4/2025), serta menyebut bakal membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperbaikinya.

Lip-Bu Tan (Annabelle Chih/Bloomberg)

Tan, yang menyampaikan laporan keuangan pertamanya sebagai CEO, mengatakan budaya Intel yang birokratis perlu dirombak, sehingga dia akan memangkas jumlah karyawan, menghapus lapisan manajemen, dan memaksa semua orang kembali ke kantor. Dampaknya, bakal ada kesulitan jangka pendek pada perusahaan, bahkan lebih buruk dari yang dikhawatirkan.

"Dengan pemotongan biaya dan langkah strategis, Intel masih menghadapi beberapa tantangan eksternal, yaitu meningkatnya persaingan, kurangnya produk yang kompetitif di pasar AI, dan tidak ada pelanggan yang berarti untuk bisnis pengecorannya," kata analis Edward Jones, Logan Purk.

"Ini merupakan kuartal yang mengecewakan bagi Intel dan melanjutkan serangkaian laporan keuangan yang lemah."

Tan, veteran industri semikonduktor berusia 65 tahun, mulai menjabat sebagai CEO Intel pada Maret 2025 lalu, menggantikan Pat Gelsinger. Gelsinger diberhentikan pada akhir tahun lalu setelah gagal mengembalikan daya saing Intel di tengah penurunan penjualan dan kerugian besar yang menurunkan kepercayaan pasar.

Titik Terang

Meski begitu, ada titik terang. Pendapatan Intel pada kuartal I-2025 mencapai US$12,7 miliar atau sekitar Rp213,85 triliun, melampaui perkiraan analis. Seperti Texas Instruments Inc, Intel mencatatkan kinerja yang lebih baik dari ekspektasi untuk periode tersebut.

Namun, prospek ke depan masih suram. Perusahaan memprediksi peningkatan permintaan tersebut bersifat sementara, sebagian didorong oleh gelombang pesanan yang diajukan lebih awal untuk menghindari tarif dari AS, China, dan negara lainnya.

"Lingkungan makro saat ini menciptakan ketidakpastian tinggi di seluruh industri, tercermin dalam prospek kami," ungkap CFO Intel, David Zinsner dalam laporan keuangan. Dia pun menyebut belum ada estimasi mengenai besarnya pengurangan tenaga kerja. 

Dalam memo internal kepada para karyawan, Tan menyatakan tekadnya untuk mengubah budaya perusahaan. Salah satu langkah awal adalah mewajibkan karyawan bekerja di kantor selama empat hari dalam sepekan mulai 1 September 2025 mendatang.

"Kebijakan kami saat ini mengharuskan karyawan hibrida hadir di kantor sekitar tiga hari per minggu. Namun, kepatuhan terhadap kebijakan ini masih belum merata," tulis Tan. "Saya percaya kantor harus menjadi pusat kolaborasi dinamis yang mencerminkan budaya kerja kami." 

Tan pun sempat mengonfirmasi bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) bakal dimulai pada kuartal kedua tahun ini.

"Kami harus menyeimbangkan pengurangan jumlah karyawan dengan kebutuhan mempertahankan dan merekrut talenta kunci," beber dia. "Keputusan ini tidak akan diambil dengan mudah."

(far/ros)

No more pages