Logo Bloomberg Technoz

Perjalanan hukum Setya Novanto bermula dari proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang dimulai pada 2011 dengan anggaran Rp5,9 triliun. Nama Setnov, yang kala itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, mulai disebut-sebut dalam laporan keterlibatan sejumlah anggota dewan dalam pembagian fee proyek. 

Kasus ini kemudian menyeruak pada 2016 ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi membuka penyidikan. Dalam dakwaan terhadap dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, nama Setnov disebut menerima bagian puluhan juta dolar AS. Saat itu, posisinya sudah naik sebagai Ketua DPR RI. 

Pada Juli 2017, KPK menetapkannya sebagai tersangka, meski status tersebut sempat dianulir lewat praperadilan. Namun, pada November 2017, KPK kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka. 

Upaya penangkapannya kala itu memunculkan drama ketika ia sempat menghilang lalu muncul setelah mengalami kecelakaan menabrak tiang listrik. Tak lama setelahnya, ia resmi ditahan KPK.

Proses persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta pun berlangsung, Hingga pada April 2018, majelis hakim menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dengan denda Rp500 juta, serta kewajiban membayar uang pengganti Rp7,3 miliar. Selain itu, hak politik Setnov juga dicabut selama lima tahun setelah masa hukuman berakhir. 

Meski mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung, namanya tetap menuai kontroversi. Pada September 2018 menemukan bahwa sel yang dihuni Setya Novanto lebih besar dan lebih mewah dari kamar tahanan napi lainnya.

Menariknya sejak 2023, Setya Novanto juga telah menerima sejumlah remisi atau potongan masa hukuman setidaknya sebanyak enam bulan. Sehingga, mengacu pada putusan Peninjauan Kembali (PK), masa hukuman Setya turun dari 12,5 menjadi 12 tahun penjara.

Sesuai aturan, seorang narapidana bisa mengajukan permohonan pembebasan bersyarat usai menjalani dua pertiga masa hukuman. Jika merujuk pada syarat tersebut, Setya sudah menjalani dua pertiga masa hukumannya yaitu delapan tahun penjara pada November 2025.

Sehingga, Setya bisa saja sudah kembali menghirup udara bebas pada akhir tahun ini.

Pada awal Juli 2025, Kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail  mengklaim, kliennya belum membahas soal rencana pengajuan pembebasan bersyarat. Menurut dia, Setya masih akan berfokus pada proses asimilasi di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

"Mestinya asimilasi dulu baru kemudian bebas bersyarat," kata dia.

Program Asimilasi adalah sebuah proses bagi seorang narapidana untuk mampu kembali membaur ke dalam masyarakat dengan menjalani sebagian masa pidananya di luar lembaga pemasyarakatan atau lapas. Biasanya, seorang narapidana akan berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat seperti bekerja, ikut kegiatan sosial, atau aktivitas lain yang diizinkan. 

Program ini tetap berada dalam pengawasan dan bimbingan dari pengurus lapas.

Adapun untuk diketahui, selain pidana penjara, majelis hakim juga memangkas hukuman masa pencabutan hak politik Setya Novanto.

Konsekuensi hukum atas hal di atas, Setnov hanya perlu menunggu dua tahun enam bulan untuk kembali menduduki sejumlah jabatan publik; sebelumnya dihukum menunggu hingga lima tahun usai bebas.

(dhf)

No more pages