"Artinya, 15 daerah tidak ada hubungannya dengan efisiensi di tahun 2024," tegasnya.
Tito menjelaskan, tiap daerah dapat mengutip pajak dan retribusi dari masyarakat sesuai dengan UU HKPD. Turunan undang-undang tersebut berupa Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023, di mana sebelum melakukan penyesuaian PBB-P2 kepala daerah harus membuat peraturan daerah.
Penyesuaian besaran tarif PBB-P2 ini dapat dilakukan tiga tahun sekali dengan tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat setempat.
"Jadi daerah buat Perda tentang pajak dan retribusi daerah kemudian tarifnya dibuat bersama-sama dengan DPRD. Tapi besaran tarifnya dibuat dari peraturan kepala daerah (Perkada). Jika memberatkan maka aturan itu ditunda atau dibatalkan," tegasnya.
Ia menekankan tiap daerah yang ingin melakukan penyesuaian PBB-P2 harus melaporkan ke Kementerian Dalam Negeri, bukan hanya ke gubernur. Hal ini bertujuan untuk dapat memberikan masukan dan evaluasi terhadap kenaikkan pajak tersebut.
"Seluruh daerah, kabupaten, kota, yang akan mengusulkan kenaikan, yang akan melakukan kenaikan, penyesuaian nilai jual objek pajak [NJOP], PBB-P2, ini harus menembus kepada Kementerian Dalam Negeri, Dirjen Keuangan Daerah,” pungkasnya.
(lav)






























