Logo Bloomberg Technoz

Selain itu, asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipatok pada kisaran Rp16.500-Rp16.900/US$, jauh melemah dibanding target Rp16.000/US$ dalam APBN 2025. Selanjutnya, inflasi diproyeksikan lebih bervariasi, yakni 1,5%-3,5%, dibandingkan target awal APBN 2025 yang sebesar 2,5%.

Untuk harga minyak mentah Indonesia (ICP), asumsi 2026 berada pada kisaran US$60–US$80 per barel, lebih rendah dari asumsi tetap US$82 per barel di 2025.

Target lifting minyak bumi sedikit meningkat menjadi 605–620 ribu barel per hari, dibandingkan 605 ribu bph di APBN 2025. Sebaliknya, lifting gas bumi diperkirakan 953–1.017 ribu barel setara minyak per hari, turun dari target 1.005 ribu bopd pada 2025.

Dalam perkembangannya, Ketua Banggar DPR Said Abdullah  mengestimasikan pendapatan negara pada RAPBN 2026 dapat mencapai di kisaran Rp3.094—Rp3.114 triliun. Sementara itu, belanja negara pada Nota Keuangan pada 15 Agustus mendatang diperkirakan mencapai dikisaran Rp3.800—Rp3.820 triliun.

"Defisit RAPBN 2026 dalam rentang 2,53% dari PDB [produk domestik bruto] atau setara Rp706 triliun. Mengacu pada beberapa pengalaman di tahun sebelumnya, biasanya pemerintah mengajukan pada batas atas ketimbang batas bawah," ujar Said dalam keterangannya, Senin (11/8/2025).

Said menambahkan bahwa postur anggaran pada Nota Keuangan tersebut juga lebih tinggi dari prognosis atas APBN 2025 yang diperkirakan pendapatan negara hanya mencapai Rp2,865,5 triliun.

Hal tersebut berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.387,3 triliun, kemudian pendapatan melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp477,3 triliun, serta penerimaan hibah senilai Rp1, triliun.

Untuk belanja negara pada Nota Keuangan diperkirakan Rp3.527,5 triliun. Ini terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp2.663,4 triliun dan transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp864,1 triliun. Dengan demikian defisit, diperkirakan mencapai Rp. 662,0 triliun atau 2,78% dari PDB.

"Target pendapatan dan belanja negara pada RAPBN 2026 yang meningkat sangat menantang bagi pemerintah. Apalagi dunia usaha di seluruh dunia harus mulai menyesuaikan diri dengan tarif kebijakan Presiden Trump yang berlaku kepada banyak negara," tutur Said.

(lav)

No more pages