Alasan Penetapan PPh Kripto dan Bedanya dengan Skema Pajak Lama
Pramesti Regita Cindy
01 August 2025 06:40

Bloomberg Technoz, Jakarta - Pemerintah resmi menetapkan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi kripto yang bersifat final sebesar 0,21% yang berlaku per 1 Agustus 2025 ini, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto menjelaskan latar belakang diterbitkannya PMK tersebut sebab adanya perubahan status aset kripto sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dari yang awalnya komoditi menjadi aset keuangan digital.
"Maka konsekuensinya lembaga yang mengaturnya pun, yang mengawasinya beralih dari Bappebti [Badan Pengawas Perdagangan Berjangka] di Kementerian Perdagangan ke OJK," jelas Bimo dalam media briefing di Kantor DJP, Jakarta, Kamis (31/7/2025) malam.
Berdasarkan pada regulasi dari OJK, perubahan klasifikasi tersebut, kata Bimo membuat kripto masuk pada aset keuangan digital yang memenuhi karakteristik sebagai surat berharga.
Sehingga dari sisi perpajakan, karena aset kripto yang disamakan dengan surat berharga, maka tidak diberlakukan pajak pertambahan nilai atau PPN. Namun, penghasilan yang diperoleh dari transaksi aset kripto tetap dikenai PPh Final Pasal 22.
Besaran tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan sebesar 0,21% dari nilai transaksi apabila dilakukan melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) Dalam Negeri, dan sebesar 1% apabila transaksi dilakukan melalui PPMSE Luar Negeri.
"Kemudian konsekuensinya, PMK ini menghasilkan perubahan terhadap PMK Nomor 81 tahun 2024 dan PMK 11 tahun 2025.
Mengingat kedua PMK tersebut merupakan PMK Omnibus yang mengatur materi perpajakan atas aset kripto," jelas Bimo.
Perbandingan Skema Pajak Lama Vs Baru Kripto
Pada kesempatan tersebut, Direktur Peraturan Perpajakan Hestu Yoga turut menuturkan dalam beleid lama yang diatur dalam PMK Nomor 81 tahun 2024, baik penjual maupun pembeli aset kripto dikenakan pajak. Penjual maupun pembeli dikenakan PPh final sebesar PPN.
Namun, dengan aturan baru, pemerintah merevisi skema pajak tersebut. Dengan demikian, PPN atas transaksi kripto dihapus, karena aset kripto kini dipersamakan dengan surat berharga yang tidak dikenai PPN.
"Nah, kripto ini juga untuk PPN-nya enggak kena lagi, tetapi PPh-nya kita naikkan, dari 0,1 menjadi 0,21. 0,21 itu angkanya dari mana? Nah, itu dari 0,1 yang lama ditambah 0,11 PPN, jadi 0,21," ungkap Yoga.
Lebih jelasnya, berikut ini perbandingan skema pajak kripto lama dengan yang baru:
Peraturan Lama (PMK-81/2024):
1. Perdagangan
- Jual : PPh Pasal 22 Final = 0,1% (Bappebti) dan 0,2% (Non-Bappebti)
- Beli : Besaran tertentu PPN = 0,11% (Bappebti) dan 0,22% (Non-Bappebti)
2. Jasa Platform
- Ketentuan Umum PPN
- Dikenai PPh tarif Pasal 17 (Ketentuan Umum PPh)
3. Mining
- Besaran tertentu PPN 1,1%
- PPh Final 0,1%
4. Penunjukan Platform LN
- Platform LN ditunjuk sebagai pemungut PPN atas transaksi perdagangan aset kripto melalui PPMSE (PMK-60/2022 stdd PMK-81/2024).






























