Menurut dia, penerbitan ini bukan hanya bagian dari diversifikasi pembiayaan melalui obligasi valas Australia, tetapi juga mencerminkan kerja sama antara Indonesia dan Australia.
"Jadi mengenai size (jumlah) dan detail lainnya, tunggu saja pada saat keputusan final diambil," kata dia.
Terkait Dimsum Bond, lanjut dia, pemerintah memiliki pendekatan yang sama. Obligasi berdenominasi valas China rencananya terbit pada 2025, dengan tetap mengikuti strategi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) tahun ini.
"Tentu kita akan terus mencermati perkembangan penerimaan, belanja, serta kondisi di kuartal III dan IV. Karena ini semester kedua, maka kami akan mempertimbangkan secara menyeluruh," tutur dia.
Sebelumnya, pemerintah berencana menerbitkan Kangaroo Bond dan Dimsum Bond pada tahun ini, bergantung kondisi pasar keuangan.
"Insyallah tahun ini, rencana tahun ini. Kami sangat mempertimbangkan untuk menerbitkan tahun ini, tergantung pada kondisi pasar," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jumat (23/5/2025).
Suminto mengatakan alasan penerbitan dan penjualan dengan denominasi selain dolar Amerika Serikat dilakukan sebagai langkah diversifikasi instrumen dan perluasan basis investor.
Pertimbangan untuk menambah denomisasi tidak saja untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, tetapi juga untuk mengelola portfolio utang yang optimal dengan biaya dana (cost of fund) yang minimal dengan risiko yang terkelola.
"Diversifikasi instrumen akan memungkinkan kita mengelola portfolio yang lebih baik dalam konteks peningkatan biaya, termasuk dalam konteks perluasan basis investor," ujarnya.
Ketika ditanya apakah langkah tersebut bakal mengurangi dominasi dolar AS, lanjut Suminto, pemerintah lebih bersikap oportunistik. Bila terdapat obligasi yang menguntungkan, maka pemerintah akan memperbesar porsinya.
Suminto menjelaskan, biasanya porsi obligasi dan pinjaman asing adalah 29% dari outstanding, sementara 71% domestik.
(lav)

































