Jika lolos, pemilihan kepala daerah berarti tak lagi melalui pemungutan suara masyarakat. Nantinya, masyarakat hanya akan memiliki anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Para anggota DPRD dan partai politik yang akan menentukan sosok kepala daerah terpilih untuk tingkat provinsi hingga kabupaten atau kota.
Menurut Rifqinizamy; sesuai UUD 1945, Pasal 22E ayat 1 dan ayat 2 secara gamblang menyebut pemilihan umum dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pemilu pun hanya untuk memilih presiden, wakil presiden, anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD.
Pada Pasal 18E ayat 4, pemilihan kepala daerah justru tak spesifik dapat diartikan harus melalui pemilu atau pemilihan langsung. Beleid tersebut hanya mencantumkan pemilihan kepala daerah harus dilakukan secara demokratis.
"Kata demokratis itulah yang kemudian bisa dimaknai direct democracy atau indirect democracy. Karena itu, kalau ada usul gagasan untuk kemudian pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota dilakukan tidak secara langsung, atau tidak melalui pemilu itu sesuatu yang masih dalam dalam koridor konstitusi," ujar politikus Partai Nasdem tersebut.
"Tentu setiap opsi ada kelebihan dan kekurangan. Semua sistem di dunia ini tidak ada yang sempurna."
(dov/frg)































