Logo Bloomberg Technoz

“Kami memperkirakan Indonesia akan mengurangi impor minyak dari pemasok Timur Tengah dan Asia demi memenuhi komitmen pembelian energi AS senilai US$15 miliar,” tegas dia.

Sekadar catatan, Pertamina mencatatkan laba bersih US$3,13 miliar atau setara dengan Rp49,54 triliun sepanjang 2024, ditopang oleh capaian pendapatan sebesar US$75,33 miliar dan EBITDA senilai US$10,79 miliar.

Tambahan Biaya

Dihubungi secara terpisah, Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC) Hadi Ismoyo juga memperingatkan kebijakan impor komoditas energi dari AS berpotensi menimbulkan tambahan biaya logistik bagi Pertamina.

Hadi mengkalkulasi biaya pengangkutan LPG dari AS adalah sekira US$1,5/MMBtu (million british thermal unit) dan untuk minyak mentah sekitar US$3/barel. Biaya tersebut berpotensi dibebankan kepada Pertamina untuk produk LPG dan BBM bersubsidi.

“Jika produk masuk dalam rezim subsidi, maka semua biaya akan ditalangi dahulu oleh Pertamina. Pertamina akan reimburse ke [pemerintah] melalui diskusi dengan DPR [Dewan Perwakilan Rakyat],” kata Hadi, Senin (21/7/2025).

Dia menjelaskan nantinya pemerintah bersama DPR akan membahas alokasi kompensasi yang akan dibayarkan kepada Pertamina atas selisih harga pokok dengan harga jual yang diberikan ke masyarakat.

Hadi menyatakan harga asumsi minyak mentah Indonesia (ICP) senilai US$82/barel yang dipatok dalam APBN 2025 lebih tinggi dari rerata harga saat ini sekitar US$75/barel. 

Hal tersebut, menurutnya, dapat menjadi peluang bagi Pertamina mendapatkan tambahan pendapatan dan menambal tambahan biaya logistik.

Jika tambahan keuntungan tersebut masih tidak cukup menambal tambahan biaya logistik, Hadi memandang pemerintah harus mengkerek anggaran subsidi dalam APBN–jika tidak maka tambahan biaya logistik tersebut berpotensi dibebankan ke Pertamina.

“Jika ternyata masih lebih besar dari biaya logistik, ya semestinya alokasi subsidi ditambah,” Hadi menegaskan.

Harga Nonsubsidi

Lebih lanjut, Hadi berpandanganharga BBM dan LPG nonsubsidi juga praktis akan mengalami kenaikan harga imbas kebijakan impor energi dari AS tersebut. Penyebabnya, tambahan biaya logistik yang timbul akan dibebankan langsung ke konsumen melalui mekanisme kenaikan harga jual.

Berbeda dengan produk subsidi seperti Solar, Pertalite dan LPG 3 Kg; potensi kenaikan harga jual BBM dan LPG nonsubsidi dipandangnya tidak akan memengaruhi kondisi keuangan Pertamina sebab tambahan biaya logistik langsung dibebankan kepada konsumen.

“Biaya tambahan logistik akan dibebankan kepada end user. Jika produk nonsubsidi akan dibebankan kepada konsumen, tidak masalah bagi korporasi cq [dalam hal ini] Pertamina atau swasta. Hanya harga jual akan lebih tinggi. Siap-siap saja,” tegas dia.

Untuk diketahui, alokasi subsidi LPG dalam APBN 2025 adalah Rp87,6 triliun, lebih tinggi dari pagu tahun sebelumnya senilai Rp85,6 triliun. Sementara alokasi subsidi BBM dalam APBN 2025 adalah Rp26,7 triliun, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp21,6 triliun.

Proyeksi subsidi LPG 3 Kg 2026./dok. ESDM

Pemerintah sendiri telah mengalokasikan kuota impor migas dari AS sekitar US$10 miliar sampai dengan US$15 miliar atau sekitar Rp162,3 triliun hingga Rp243,5 triliun (asumsi kurs Rp16.237) sebagai bagian dari perundingan tarif dengan Washington.

Impor migas dilakukan menyusul kesepakatan dagang antara RI-AS usai diturunkannya tarif bea masuk timbal balik terhadap komoditas Tanah Air yang diekspor ke Negeri Paman Sam dari 32% menjadi 19% dan berlaku mulai 1 Agustus 2025.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut pemerintah masih akan menghitung nilai keekonomian harga BBM, usai pemerintah mengalihkan impor ke AS dari Singapura menyusul hasil kesepakatan tarif dengan Presiden Donald Trump.

“Semuanya kita akan hitung sesuai dengan harga keekonomian yang sama, harus saling menguntungkan ya dan kita ingin negara kita juga harus mendapatkan harga yang seefisien mungkin ya,” kata Bahlil ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (18/7/2025).

Bahlil juga memastikan tidak akan mengimpor gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) dari AS. RI hanya akan mengimpor tiga produk yakni minyak mentah atau crude, BBM, dan LPG.

“Yaitu apa namanya LPG, crude, BBM, ada 3 item dan saya sudah sampaikan berkali-kali,” ujarnya. 

Di sisi lain, Bahlil jukan akan melakukan rapat teknis dengan Pertamina terkait dengan regulasi untuk impor migas dari AS.

Untuk diketahui, impor migas Indonesia sepanjang 2024 mencapai US$36,27 miliar. Postur impor itu berasal dari pembelian minyak mentah sekitar US$10 miliar dan hasil migas sebesar US$25,92 miliar, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).

Adapun, impor LPG Indonesia sepanjang 2024 mencapai 6,89 juta ton dengan nilai mencapai US$3,78 miliar. Porsi impor LPG dari Amerika Serikat mencapai 3,94 juta ton, dengan nilai impor US$2,03 miliar.

Selain AS, Indonesia mengimpor LPG dari Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Arab Saudi hingga Algeria.

Di sisi lain, kuota impor minyak mentah Indonesia dari AS terbilang kecil dibandingkan dengan realisasi impor sepanjang 2024. Indonesia mengimpor minyak mentah dari AS sekitar US$430,9 juta pada periode tersebut.

Sebagian besar impor minyak mentah Indonesia berasal dari  Arab Saudi, Angola, Nigeria hingga Autralia. Sementara itu, impor BBM kebanyakan berasal dari kilang di Singapura.

(wdh)

No more pages