Saham-saham infrastruktur, saham transportasi, dan saham properti menjadi pendorong IHSG hingga melesat di zona hijau dengan menguat mencapai 5,36%, 1,83% dan 1,32%.
Adapun saham-saham infrastruktur yang terbang tinggi di zona positif adalah, saham PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) melesat 25%, saham PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) menguat 24,4%, dan saham PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) melejit 17,6%.
Senada, saham transportasi juga melesat hingga menjadi penopang IHSG, saham PT Trimitra Trans Persada Tbk (BLOG) terbang 24,4%, saham PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) mencatat kenaikan 7,24%, dan saham PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR) menguat 2,51%.
Saham-saham LQ45 juga melesat hingga menutup hari di teritori positif i.a, saham PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) melesat 13%, saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menguat 10,4%, dan saham PT XLSMART Telecom Sejahtera Tbk (EXCL) terapresiasi 7,33%.
Sama halnya, tren positif juga terjadi pada saham LQ45 berikut, saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) mencatat penguatan 6,42%, saham PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dengan kenaikan 5,41%, dan saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) menguat 4,81%.
BI Rate Diprediksi Tetap 5,5%: Konsensus Bloomberg
Hari ini memasuki momen pertemuan dimulainya Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang akan merumuskan kebijakan moneter dan mengumumkan tingkat bunga acuan terbaru pada Rabu siang nanti.
RDG Bank Indonesia merupakan pertemuan bulanan untuk mengkaji situasi perekonomian terkini dan merumuskan respon kebijakan moneter baru di tengah sentimen tarif perdagangan AS yang digagas Donald Trump.
Sepertinya pasar terbelah dalam mengestimasikan besaran BI Rate. Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg dengan melibatkan 33 analis/ekonom hingga Selasa sore hari ini, menghasilkan median proyeksi suku bunga acuan masih akan bertahan di 5,5%.

Namun suara pasar tidak bulat, ada dissenting opinion. 15 dari 33 ekonom/analis memprediksi BI Rate akan dipangkas 25 bps, menjadi 5,25%.
Salah satu yang memprediksi BI Rate bakal ditahan adalah Tamara Mast Henderson dari Bloomberg Economics. Menurut Tamara, BI masih harus berfokus untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Meskipun kian landai, tetapi rupiah masih membukukan pelemahan di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Sepanjang 2025 (year–to–date/ytd), mata uang Tanah Air terdepresiasi 0,12% terhadap greenback.
“(Penguatan) rupiah masih tertahan karena AS mengumumkan tarif yang mengecewakan. AS belum berkenan menurunkan tarif meski Indonesia menawarkan berbagai konsesi sehingga memberi tekanan terhadap rupiah,” sebut Tamara dalam risetnya.
Terlebih, ia melanjutkan, BI sudah memangkas suku bunga acuan 2 kali tahun ini yaitu pada Januari dan Mei. Jika pemotongan berikutnya terjadi terlalu cepat, maka itu bisa mempengaruhi sentimen di pasar, terutama di mata investor asing.
Namun demikian, ruang penurunan sejatinya tetap terbuka. Seperti halnya yang dipaparkan Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, yang memperkirakan BI Rate tetap di level 5,5%, kendati ruang penurunan suku bunga sebenarnya terbuka, mengingat tren apresiasi rupiah yang terjadi belakangan ini. Namun, Josua mengatakan, sejumlah perkembangan eksternal menuntut Bank Indonesia untuk bersikap hati-hati.
“Salah satu pertimbangan utama datang dari memanasnya kembali ketegangan perdagangan global, terutama setelah kebijakan terbaru Presiden AS Donald Trump yang kembali menerapkan tarif balasan sebesar 32% terhadap sejumlah mitra dagang utama, termasuk Indonesia,” ujar Josua kepada Bloomberg Technoz, Selasa.
Menurut Josua, langkah ini langsung memicu kembali sentimen Risk–Off di pasar keuangan global, yang berpotensi menekan nilai rupiah dalam jangka pendek. Dalam kondisi ini, Bank Indonesia cenderung memilih sikap konservatif untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan ekspektasi inflasi dengan menahan suku bunga acuan terlebih dahulu, sambil terus memantau perkembangan situasi perdagangan global.
Biar demikian, Josua mengatakan, peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,25% masih cukup terbuka, kemungkinan besar pada RDG September 2025.
Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai BI akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke level 5,25% pada pertemuan RDG bulan ini. Hal ini terjadi karena tingkat inflasi yang rendah dalam sasaran 2,5% plus minus satu persen, tidak adanya risiko besar untuk depresiasi rupiah yang dalam dan kebutuhan mendorong pertumbuhan ekonomi. "Pemangkasan 25 basis poin ke level 5,25%," tutur Andry.
(fad/wep)