Mayoritas mata uang di emerging market hari ini juga terpantau merah termasuk di Amerika Latin dan Eropa.
Indeks dolar AS hari ini bergerak menguat di kisaran 97,88 di tengah masih panasnya isu tarif Amerika Serikat.
Hari ini, ada banyak kabar yang menjadi penggerak pasar. Kinerja perdagangan Tiongkok cukup melegakan para pemodal. Ekspor China pada Juni naik 5,8%, melampaui ekspektasi pasar.
Pertumbuhan ekspor China mengalami percepatan untuk pertama kalinya sejak Maret, didorong oleh penurunan tarif dari Amerika Serikat (AS) dan tingginya permintaan dari pasar luar negeri utama.
Sementara itu, impor tumbuh 1,1%—menjadi pertumbuhan pertama sejak Februari—dengan surplus perdagangan mencapai US$115 miliar, menurut data Administrasi Umum Kepabeanan China yang dirilis Senin (14/7).
Adapun perkembangan isu tarif masih membelenggu pasar di mana AS mengenakan tarif 30% pada Eropa dan Meksiko.
Pasar juga masih dihantui isu konflik Trump versus Gubernur The Fed Jerome Powell.
Ahli Strategi Deutsche Bank AG George Saravelos mengatakan, potensi pemecatan Powell merupakan risiko besar dan tidak diperhitungkan oleh pasar sejauh ini sehingga hal itu bisa memicu penjualan dolar AS dan US Treasury.
"Jika Trump memaksa Powell berhenti, dalam 24 jam berikutnya kemungkinan akan terjadi penurunan nilai dolar AS sebesar 3-4% serta aksi jual obligasi sebesar 30-40 basis poin," kata Saravelos, dilansir dari Bloomberg News.
Saham hijau
Pelemahan rupiah tak menyurutkan animo investor di pasar saham domestik. IHSG yang dibuka hijau sampai sore ini masih mempertahankan penguatan dengan kenaikan hingga 0,7% disokong oleh reli saham-saham konglomerasi, terutama yang terafiliasi taipan Prajogo Pangestu.
Adapun di pasar surat utang negara, yield mayoritas tenor bergerak naik mengindikasikan ada tekanan jual. Yield 2Y naik 0,4 bps, bersama tenor 5Y juga juga naik 0,5 bps.
Adapun tenor 10Y naik 1,5 bps, disusul tenor 20Y yang naik 2,1 bps.
Untuk obligasi negara dalam denominasi valas, INDON, tenor menengah dan panjang mencatat kenaikan imbal hasil. Tenor 10Y INDON naik 2,4 bps. Sedangkan tenor 2Y turun yield-nya 1,7 bps.
Pasar obligasi agaknya terpengaruh sentimen global terutama terkait isu konflik Trump versus Gubernur The Fed Jerome Powell.
Ahli Strategi Deutsche Bank AG George Saravelos mengatakan, potensi pemecatan Powell merupakan risiko besar dan tidak diperhitungkan oleh pasar sejauh ini sehingga hal itu bisa memicu penjualan dolar AS dan US Treasury.
"Jika Trump memaksa Powell berhenti, dalam 24 jam berikutnya kemungkinan akan terjadi penurunan nilai dolar AS sebesar 3-4% serta aksi jual obligasi sebesar 30-40 basis poin," kata Saravelos, dilansir dari Bloomberg News.
Yield US Treasury bergerak naik di hampir semua tenor dalam rentang terbatas. Yield 20Y dan 30Y masing-masing naik 1,4 bps dan 1,7 bps, seperti diperlihatkan data Bloomberg sore ini.
(rui)

































