Logo Bloomberg Technoz

"Jika saya Indonesia, saya akan memaksimalkan apa yang saya miliki secara internal," ujarnya dalam wawancara pada Kamis (10/7/2025).

"Saya pikir mereka [Indonesia] tidak menginginkan banyak impor dari Filipina dan pemilik pabrik China juga kemungkinan akan memprioritaskan pasokan dari tambang mitra mereka di Indonesia," imbuh Reyes.

Filipina merupakan produsen bijih nikel terbesar kedua di dunia, tetapi tertinggal dari Indonesia dalam mengembangkan industri hilirnya sendiri karena modal yang dibutuhkan untuk fasilitas pengolahan sangat besar.

Upaya terbaru Pemerintah Filipina untuk melarang ekspor mineral mentah guna mendorong para penambang berinvestasi di pabrik pengolahan dalam negeri ditolak oleh dewan legislatif Manila bulan lalu, di tengah protes dari kalangan pelaku industri nikel.

Namun, beberapa penambang Filipina belum menyerah pada rencana pengolahan nikel mereka. DMCI bermitra dengan perusahaan sejenis yang lebih besar, Nickel Asia Corp, untuk mempelajari kelayakan pembangunan pabrik pengolahan.

Reyes menyebut kedua perusahaan tersebut sedang mempertimbangkan untuk membangun pabrik pengolahan nikel berbasis high pressure acid leach (HPAL) senilai sekitar US$1,5 miliar dan sudah mengadakan pembicaraan dengan perusahaan asing untuk memperoleh keahlian teknis dan potensi investasi.

Pemimpin DMCI Mining ini juga mengatakan keputusan untuk melanjutkan proyek ini akan bergantung pada laju eksplorasi tambang karena dibutuhkan cadangan bijih nikel sekitar 300 juta ton dengan kadar tertentu selama 30 tahun.

DMCI saat ini memiliki dua tambang nikel dan sedang mempertimbangkan untuk mengembangkan lokasi baru.  

DMCI diperkirakan mengekspor antara 2,5 juta dan 3 juta ton bijih tahun depan, di mana China tetap menjadi pasar utamanya. Kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump terhadap China bisa menimbulkan risiko bagi para penambang di masa mendatang.

"Seluruh pertumbuhan bisnis kami bergantung pada apa yang terjadi di China," tukas Reyes.

(bbn)

No more pages