Investor kini menyoroti bagaimana langkah Trump berikutnya terkait jeda tarif yang ia berlakukan pada April lalu selama 90 hari guna memberi waktu untuk negosiasi.
Selama berminggu-minggu, Trump berupaya menekan mitra dagangnya dengan ancaman untuk menetapkan tarif tinggi terhadap negara-negara yang dianggapnya sulit diajak bekerja sama. Penasihat ekonomi utamanya, Kevin Hassett, sehari sebelumnya mengisyaratkan bahwa kesepakatan baru akan diumumkan usai libur 4 Juli dan penandatanganan RUU pajak serta belanja yang disetujui Senat AS.
Sejak penundaan tarif itu, Trump dan timnya berulang kali menjanjikan serangkaian kesepakatan yang disebut akan menyeimbangkan hubungan dagang yang dianggapnya tidak adil. Namun sejauh ini hanya dua kerangka kesepakatan yang tercapai, yaitu dengan Inggris dan China, itupun masih menyisakan banyak isu penting dan detail yang belum disepakati.
Pada Selasa, Trump semakin keras mengkritik Jepang karena menolak menerima ekspor beras AS. Ia juga menilai perdagangan otomotif kedua negara tidak seimbang. "Jepang seharusnya membayar 30%, 35%, atau berapa pun angka yang kita tentukan, karena kita juga memiliki defisit perdagangan yang sangat besar dengan Jepang," kata Trump.
Trump sebelumnya mengusulkan tarif 24% terhadap barang-barang Jepang pada April. Selama masa negosiasi, tarif itu diturunkan menjadi 10%.
"Saya tidak yakin kita akan mencapai kesepakatan. Saya ragu dengan Jepang, mereka sangat keras. Anda harus mengerti, mereka sangat dimanjakan," kata Trump.
Sementara itu, Trump terdengar lebih optimistis terkait peluang kesepakatan dengan India. Ketika ditanya soal kemungkinan kesepakatan dalam sepekan ke depan, ia menjawab, "mungkin saja. Ini akan menjadi jenis kesepakatan yang berbeda."
"Itu akan menjadi kesepakatan di mana kita bisa masuk dan bersaing. Saat ini, India tidak membiarkan siapa pun masuk," ujarnya. "Saya pikir India akan melakukannya, dan jika mereka melakukannya, kita akan punya kesepakatan dengan tarif yang jauh lebih rendah."
Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar pekan ini mengatakan negaranya hampir menyelesaikan kesepakatan dengan AS, sambil terus membahas isu-isu pelik termasuk tarif untuk sektor industri tertentu dan akses pasar bagi tanaman transgenik asal AS.
Negosiasi semakin intens, dengan kepala negosiator India, Rajesh Agarwal, memperpanjang masa tinggalnya di AS untuk merampungkan perbedaan pendapat.
Sementara itu, negosiasi dengan negara lain terbukti jauh lebih sulit — dan pekan ini Trump tampak ingin menjadikan Jepang sebagai contoh, sebagai peringatan bagi negara lain agar segera menyepakati persyaratan atau menghadapi tarif tinggi. Meski begitu, Trump juga menunjukkan kecenderungannya untuk berbalik arah dengan cepat, seperti yang terjadi pekan lalu dengan Kanada. Awalnya ia memutus pembicaraan, tetapi beberapa hari kemudian melanjutkannya setelah Ottawa mencabut pajak layanan digital.
Upaya Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba untuk menjaga pendekatan negosiasi yang tenang dan bersahabat kini diuji dengan tekanan Trump yang ingin hasil cepat. Tokyo berusaha meminta keringanan untuk sektor otomotif yang sangat vital, serta pengecualian tarif lainnya, tetapi pendekatan hati-hati itu berisiko gagal ketika Trump mencari kemenangan cepat dalam kebijakan dagangnya.
"Saya mencintai Jepang. Saya sangat menyukai perdana menteri barunya," ujar Trump. "Tetapi mereka dan negara-negara lain sudah terlalu dimanjakan karena selama 30, 40 tahun telah mengeksploitasi kita, sehingga sangat sulit bagi mereka untuk mau membuat kesepakatan."
(bbn)































