Logo Bloomberg Technoz

Ambruknya rupiah pada April adalah karena turbulensi pasar yang meningkat tajam pasca perang tarif dikobarkan oleh Amerika Serikat dalam apa yang dikenal sebagai 'Liberation Day'.

Namun, setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan penundaan pemberlakuan tarif resiprokal sampai 9 Juli, rupiah berangsur pulih.

Pelemahan dolar Amerika di pasar global menjadi faktor terbesar yang memberi dukungan bagi rupiah untuk lebih kuat bergerak. Selama separuh pertama tahun ini, indeks dolar mencatat pelemahan hingga 10,7%.

Perbaikan sentimen pasar global yang signifikan ditandai dengan kejatuhan pamor dolar AS, mengubah cerita pula bagi rupiah setelah melewati April yang 'berdarah'.

Selama dua bulan beruntun, Mei dan Juni, rupiah mencetak penguatan total 2,2% dari posisi akhir April.

Penguatan rupiah pada bulan Mei dan Juni menjadi capaian yang langka karena dalam lima tahun terakhir, dua bulan tersebut hampir selalu buruk bagi rupiah.

Menilik historis, selama kuartal dua setiap tahun, permintaan dolar AS meningkat seiring kedatangan musim pembagian dividen, pembayaran utang jatuh tempo valas pemerintah, serta kedatangan musim haji.

Namun, pada Mei lalu, arus masuk modal asing membantu penambahan suplai dolar di pasar, mengimbangi tekanan faktor musiman tersebut. Asing mencatat posisi beli bersih di saham dan surat utang negara, masing-masing sebesar Rp5,5 triliun dan Rp26,1 triliun. 

Pembelian asing di pasar portofolio terhenti pada Juni sehingga penguatan rupiah pun melambat. Apalagi ketika pecah perang di Timur Tengah antara Israel dan Iran pada pertengahan Juni, menggeser minat asing keluar dari saham dan surat utang negara domestik.

Laju pembelian SBN oleh asing terhenti pada Juni 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

Mengacu data Bloomberg, selama Juni lalu, asing masih mencatat nilai penjualan bersih di saham senilai US$ 511,5 juta atau sekitar Rp8,3 triliun. Sedangkan dari pasar surat utang RI, sampai data perdagangan terakhir dirilis per 26 Juni, investor global membukukan posisi net sell bulanan untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan. 

Global fund membukukan net sell senilai US$ 433,6 juta, sekitar Rp7,04 triliun month-to-date. Padahal dalam enam bulan berturut-turut sejak Desember lalu, asing selalu mencetak net buy bulanan.

Dengan perlambatan laju penguatan pada Juni, rupiah akhirnya belum berhasil keluar dari zona merah untuk rapor kinerja pada akhir semester pertama ini.

Prediksi Semester II

Rupiah mengawali separuh kedua tahun ini dengan penguatan meninggalkan zona Rp16.200-an per dolar AS. Menilik historis, kinerja rupiah selama semester kedua saban tahun, bervariasi. 

Pada tahun lalu, enam bulan kedua dilalui rupiah dengan penguatan 0,83%. Sementara pada tahun 2023 dan 2022, rupiah ambruk tajam selama semester kedua tahun tersebut dengan pelemahan mencapai 2,83% dan 5,27%. Sedangkan pada 2021, rupiah menguat selama enam bulan terakhir tahun ini lebih dari 1%.

Di sisa tahun ini, rupiah masih perlu mewaspadai dampak dari perang tarif global. Tenggat pemberlakuan tarif resiprokal yang jatuh pada 9 Juli akan jadi momentum penting. Begitu juga bila terjadi letusan konflik lagi di Timur Tengah yang bisa menaikkan sentimen risk-off di pasar.

Selain itu, pasar juga akan mencermati efek perang dagang pada perekonomian domestik. Dengan laju ekspor melambat sementara keran impor dilebarkan, ada risiko pada terkikisnya nilai surplus dagang yang dapat mengancam transaksi berjalan RI.

Pasar juga melihat masih ada risiko fiskal bila melihat tren penerimaan pajak yang terus lesu. Belanja pemerintah yang biasa mulai menggeliat pada semester dua, diharapkan bisa mendorong laju pertumbuhan domestik. Namun, hal itu bisa membebani defisit anggaran karena kelesuan dunia usaha dan konsumsi rumah tangga telah berdampak pada penurunan penerimaan pajak.

Rupiah diperkirakan akan cenderung berkonsolidasi di kisaran Rp16.400-Rp16.700/US$ sampai kuartal II tahun depan, seiring langkah Bank Indonesia yang fokus pada stabilitas mata uang memasuki periode musiman 'sedikit negatif' pada semester II, menurut Ahli Strategi Barclays termasuk Mitul Kotecha, dilansir dari Bloomberg News.

"Kami melihat peluang yang terbatas untuk penguatan lebih lanjut dalam beberapa bulan ke depan di tengah prospek investor asing yang masih belum pasti terhadap aset-aset Indonesia," kata Kotecha.

Namun, nilai tukar rupiah telah melemah dalam perhitungan nilai tukar efektif nominal (NEER) dan nilai tukar efektif riil (REER), "Kami tidak memperkirakan akan terjadi aksi jual yang tajam untuk rupiah. Meski kekhawatiran fiskal mungkin telah sedikit mereda, gambaran pertumbuhannya kurang positif," kata Kotecha.

(rui/aji)

No more pages