“Kami terus mengkaji mana skema yang paling tepat dan paling realistis. Karena pengalaman kemarin, tumpang tindih antara Pilkada dengan Pileg dan Pilpres menghasilkan ekses yang cukup besar, bahkan muncul istilah Pilkada rasa Pilpres. Dampak kemenangan di Pilpres pun turut memengaruhi koalisi politik dalam Pilkada,” kata Bima, dilansir melalui situs resmi DPR, Minggu (29/6/2025).
Komisi II, kata Bima, juga sempat mempertimbangkan model pemilihan yang mendahulukan pilkada dan pemilihan DPRD sebelum pemilu nasional.
Saat ini, komisi tersebut tengah mengkaji sejumlah skema yang dimungkinkan dengan menggelar rapat dengar pendapat bersama pakar, akademisi, hingga politisi untuk mengevaluasi pelaksanaan pemilihan serentak pada tahun lalu.
“Semua opsi sedang kita kaji dan simulasikan agar ke depan pemilu dapat berjalan lebih efektif, efisien, dan tetap demokratis,” klaim dia.
MK memutuskan penyelenggaraan pemilu nasional dan pilkada dilakukan secara terpisah mulai 2029, hal tersebut tertuang dalam utusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Dengan begitu, penyelenggaraan pemilihan anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden atau pemilu nasional dengan pemilihan anggota DPRD serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota tak lagi dilangsungkan secara serentak.
Wakil Ketua MK Saldi Isra menegaskan bahwa pihaknya memutuskan hal tersebut akibat mempertimbangkan pembentuk undang-undang belum merubah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang diucapkan tanggal 26 Februari 2020.
Selain itu, lanjut Saldi, pembentuk undang-undang juga tengah mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan pemilihan umum.
“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” tegas kata Saldi, melansir laman resmi MK, dikutip Minggu (29/6/2025).
(azr/wdh)
































