Logo Bloomberg Technoz

Di tengah kalender ekonomi yang padat dengan rilis berbagai data penting, seperti Klaim Pengangguran AS serta kegiatan yang melibatkan para pengambil keputusan yang berpengaruh besar terhadap pasar, komentar pejabat The Fed misalnya, namun– perhatian pasar akan banyak tersita pada perkembangan di Timur Tengah.

Dinamika Konflik Timur Tengah

Seperti yang dilaporkan Bloomberg News, Presiden AS Donald Trump mengatakan– AS akan mengadakan pertemuan dengan Iran pekan depan, tetapi meragukan perlunya perjanjian diplomatik mengenai program nuklir negara itu, dengan mengutip kerusakan yang disebabkan oleh pemboman AS terhadap situs-situs utama.

“Kami akan berbicara dengan mereka minggu depan,” kata Trump dalam sebuah konferensi pers selama pertemuan puncak NATO di Den Haag, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Donald Trump saat pertemuan bersama media di Gedung Putih. (Al Drago/Bloomberg)

Iran telah mengirimkan sinyal kesiapan diri dalam melanjutkan perundingan, yang sedang berlangsung dengan AS sebelum Israel menyerang. “Logika perang telah gagal — kembalilah ke logika diplomasi,” kata misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Rabu. Misi tersebut tidak segera menanggapi permintaan komentar atas isyarat Trump mengenai perundingan baru.

“Kami berharap untuk perjanjian perdamaian yang komprehensif,” jelas Steve Witkoff seorang utusan Trump, mengutip CNBC ketika ditanya apa langkah selanjutnya untuk diplomasi dengan Iran. 

“Kami berharap ketika pertama kali memulai negosiasi. Itu tidak berjalan seperti yang diharapkan, tetapi hari ini, kami berharap. Tanda-tandanya ada di sana.”

Witkoff mengatakan AS telah “melakukan percakapan dengan Iran” dan juga, “banyak lawan bicara menghubungi kami,” menambahkan bahwa “perasaan kuatnya” adalah “mereka siap.”

“Investor juga akan menanti pertemuan antara AS dan Iran di minggu depan yang akan membicarakan tentang perjanjian nuklir,” papar Panin Sekuritas usai meredanya ketegangan di Timur Tengah pasca gencatan senjata antara Iran dan Israel.

Data Ekonomi AS

Sepanjang sisa pekan ini, AS akan merilis data penting perekonomiannya, yaitu Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (Personal Consumption Expenditures Price Index/ PCE Price) bulan Mei 2025 diprediksi sebesar 0,1% MoM pada core PCE Price Index sama seperti bulan sebelumnya.

Investor tengah mencermati data inflasi, yang dinilai masih relatif tinggi hingga mengurangi ruang The Fed memangkas suku bunga. Menanti rilis data PCE inflation yang diperkirakan akan naik 2,3% pada Juni 2025 ini.

Konsensus Bloomberg PCE Inflasi YoY Amerika Serikat (Bloomberg)

Kemudian data Keyakinan Konsumen– Michigan Consumer Sentiment Final yang terbit pada esok hari, data Juni 2025 diestimasikan akan ada kenaikan menuju 60.5 dari sebelumnya 52,2 di Mei 2025.

Komentar The Fed Hingga Peluang Pangkas Suku Bunga

Selain itu, beberapa pejabat The Fed juga direncanakan akan melakukan pidato, yang menarik dicermati investor pasar saham. Adapun Gubernur The Fed Cleveland Beth Hammack, Gubernur The Fed Michael Barr, Gubernur The Fed Richmond Tom Barkin bicara di berbagai forum terpisah.

Probabilitas Federal Funds Rate pada Rapat September 2025 (Sumber: CME FedWatch)

Sebelumnya, Gubernur Bank Sentral AS (Federal Reserve/ The Fed) Jerome Powell memberikan keterangan di hadapan Komite dan Senate DPD di Kongres AS. Yang kembali menegaskan kembali Federal Reserve berada dalam posisi yang baik untuk menunggu pemangkasan suku bunga acuan hingga dampak inflasi dari kebijakan tarif Presiden Trump semakin jelas.

“Dengan kata lain, Federal Reserve masih mempelajari dampak dari kebijakan tarif perdagangan Presiden Trump terhadap kebijakan moneter sebelum memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan,” papar Phillip Sekuritas Indonesia.

Investor saat ini masih melihat 69% probabilitas pemangkasan suku bunga pertama tahun ini terjadi di pertemuan September, di semester kedua 2025.

Sikap wait and see investor ini juga didorong oleh pernyataan Gubernur The Fed semalam di dalam Kongres, yang mengatakan Jerome Powell masih akan berhati-hati untuk memangkas suku bunga.

Terlebih ancaman inflasi yang diperkirakan akan naik akibat dampak tarif dagang AS dan ketegangan timur tengah yang berdampak pada kenaikan sesaat pada harga minyak mentah dapat menjadi kecemasan investor terkait rencana pemangkasan suku bunga The Fed 2 kali di tahun ini probabilitasnya dapat mengecil, mengutip riset Panin.

(fad)

No more pages