Kebijakan short selling sempat ditangguhkan OJK pada Maret 2025, baik untuk skema reguler maupun intraday, merespons kekhawatiran pelaku pasar atas tekanan beruntun terhadap IHSG.
Saat itu, indeks berada dalam tren turun dan sejumlah saham berkapitalisasi besar mencatat penurunan tajam, memicu keresahan soal potensi manipulasi harga melalui aktivitas jual kosong.
Anggota Dewan Komisioner OJK Inarno Djajadi menyatakan keputusan penundaan tersebut diambil untuk menjaga stabilitas pasar, meningkatkan likuiditas yang sehat, serta memastikan perlindungan investor tetap menjadi prioritas.
Saat ini, BEI masih melakukan diskusi teknis dengan OJK, termasuk kemungkinan melibatkan perusahaan pembiayaan transaksi dalam skema short selling. “Ini juga sudah mulai kami diskusikan lagi dengan OJK,” ujar Irvan.
Meski begitu, belum ada kepastian soal berapa jumlah efek yang akan diizinkan untuk ditransaksikan dengan skema short selling, maupun bagaimana mitigasi risiko akan dijalankan.
BEI juga belum mengonfirmasi apakah akan membuka kembali daftar efek yang dapat diperdagangkan secara short selling dalam waktu dekat.
Pasar masih menunggu kejelasan lebih lanjut, di tengah volatilitas IHSG yang belum sepenuhnya mereda. Dalam situasi ini, implementasi short selling dinilai sensitif karena berpotensi memperburuk tekanan harga jika tidak disertai pengawasan ketat dan kesiapan infrastruktur.
(dhf)






























