Di sisi lain, Bahlil mengatakan, kementeriannya tengah mendorong torehan produksi siap jual atau lifting di dalam negeri. Dia berharap kenaikan lifting tahun ini bisa mengurangi eksposur pada harga minyak mentah dunia yang belakangan naik tajam.
“Apa yang harus kita lakukan? Mau tidak mau total dalam tingkatkan lifting,” tuturnya.
Dia menjelaskan hingga saat ini Indonesia memiliki sekitar 40.000 sumur. Akan tetapi hanya 16.000 sumur yang produktif sementara sisanya merupakan sumur-sumur minyak menganggur atau idle well.
Bahlil pun optimis bahwa tahun ini target lifting minyak dalam APBN yang dipatok sebanyak 605.000 barel per hari (bph) akan tercapai.
Harga minyak mentah Brent yang awalnya melonjak sebanyak 5,7% menjadi US$81,40 per barel dalam perdagangan yang ramai awal hari ini, saat ini sudah turun di bawah US$77 per barel.
Brent untuk pengiriman Agustus turun 0,6% menjadi US$76,52 per barel. Puncak intraday awal di US$81,40 per barel merupakan harga tertinggi sejak pertengahan Januari.
Sementara West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus turun 0,7% menjadi US$73,35 per barel.
AS Minta Iran Tak Tutup Selat Hormuz
Pada perkembangan lainnya, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Marco Rubio, pada Minggu (22/6/2025) menyerukan kepada China agar mendorong Iran untuk tidak menutup Selat Hormuz, menyusul serangan udara Washington terhadap fasilitas nuklir Iran.
Pernyataan Rubio disampaikan dalam wawancaranya di acara Sunday Morning Futures with Maria Bartiromo yang ditayangkan Fox News, tak lama setelah televisi pemerintah Iran, Press TV, melaporkan bahwa parlemen Iran telah menyetujui langkah untuk menutup Selat Hormuz — jalur penting yang dilalui sekitar 20% pasokan minyak dan gas dunia.
“Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk menghubungi mereka soal itu, karena China sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk pasokan minyaknya,” ujar Rubio, yang juga menjabat sebagai penasihat keamanan nasional AS seperti dilaporkan Reuters.
“Jika Iran melakukannya, itu akan menjadi kesalahan besar lainnya. Itu sama saja dengan bunuh diri ekonomi bagi mereka. Kami memiliki berbagai opsi untuk menghadapi situasi itu,” lanjutnya.
Rubio menegaskan bahwa penutupan selat akan menjadi eskalasi besar yang bisa memicu respons tegas, tidak hanya dari AS, tetapi juga dari negara-negara lain. Hingga saat ini, Kedutaan Besar China di Washington belum memberikan tanggapan atas pernyataan tersebut.
(mfd/naw)































