Untuk itu, lanjut Fadjar, Pertamina juga membutuhkan dukungan kebijakan melalui payung hukum yang diberikan oleh pemerintah, guna meminimalisir adanya risiko hukum pada kemudian hari.
"Jadi enggak hanya sebatas 'Oke, impor, pindah', kan enggak semudah itu. Banyak hal-hal yang kita pertimbangkan," tutur dia.
"[Hal] yang penting memang harus ada regulasinya. Kita selama ini misalnya impor [harus mendapat] persetujuan pemerintah."
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya mengatakan Pemerintah akan menaikkan porsi impor LPG dari AS dari hanya 54% menjadi sekitar 80%—85% dari total impor komoditas tersebut, yang sebanyak 7—8 juta ton/tahun.
“Sekarang kan 54% impor LPG kita dari Amerika dan kita akan naikkan sekitar 80%—85%. Kemudian, [impor] crude oil kita dari Amerika itu tidak lebih dari 4%, kita naikkan menjadi 40% lebih,” ujarnya ditemui di kompleks Istana Negara, Kamis (17/4/2025) petang.
Rencana kenaikan impor dari AS, kata Bahlil, juga akan dilakukan untuk komoditas BBM. Akan tetapi, dia belum mendetailkan berapa kenaikan porsi impor BBM dari AS yang direncanakan pemerintah karena masih akan dibahas bersama tim teknis Kementerian ESDM dan tim dari Pertamina.
Bahlil mengatakan Indonesia membuat AS defisit US$14,6 miliar pada tahun lalu, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Akan tetapi, menurut data Pemerintah AS, nilai defisit dagang dengan Indonesia lebih dari yang diklaim BPS.
“Salah satu strategi kita untuk membuat keseimbangan adalah kita membeli LPG, minyak mentah, dan BBM dari Amerika. Nilainya untuk bisa memberikan keseimbangan terhadap neraca perdagangan [RI-AS,” sebut Bahlil.
Dia pun mengindikasikan rencana kenaikan impor berbagai komoditas migas dari AS itu memiliki taksiran nilai di atas US$10 miliar (sekitar Rp168,75 triliun asumsi kurs saat ini).
Namun, dia belum dapat memastikan kapan rencana tersebut dieksekusi lantaran masih harus dibahas bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Akhir-akhir ini, serangan Israel terhadap Iran juga telah menyuntikkan risiko geopolitik baru ke pasar minyak dunia, yang memicu gejolak harga komoditas andalan dunia tersebut.
Bahkan, sejumlah perusahaan pelayaran, pialang, dan analis memperingatkan risiko terhadap jalur laut utama di Timur Tengah setelah serangan Israel terhadap Iran, menurut laporan Bloomberg.
Perusahaan pelayaran yang berbasis di Tokyo Nippon Yusen KK, Mitsui OSK Lines Ltd., Kawasaki Kisen Kaisha Ltd, misalnya, menjadi termasuk yang pertama meminta kapal untuk berhati-hati setelah serangan.
Perusahaan lain diperkirakan akan menyusul, karena serangan tersebut mengalihkan fokus pada titik-titik rawan minyak dan perdagangan peti kemas di kawasan tersebut.
“Ancaman perang di Timur Tengah merupakan hal yang penting bagi tarif angkutan,” kata Anoop Singh, kepala penelitian pengiriman global Oil Brokerage Ltd, tentang kapal tanker minyak.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(ibn/wdh)






























