Dalam beberapa tahun ke belakang, China juga memiliki investasi baru yang sebagian besar berada pada sektor industri manufaktur. Bahkan, sepanjang 2024 lalu, China menjadi negara terbesar kedua yang memasukkan investasinya ke Tanah Air, baik itu bersifat individu ataupun perusahaan (foreign direct investment/FDI), setelah Singapura yang menempati posisi pertama.
"Sehingga, impor-impor ini bisa saja diperlukan untuk realisasi investasi tersebut, atau untuk mendukung operasional perusahaan-perusahaan China yang baru masuk ke Indonesia," tutur dia.
Ia meminta sejumlah pihak tidak terseret dalam pemikiran negatif atau membuat kesimpulan bahwa data impor asal China melonjak berarti buruk untuk Indonesia. "Suka tidak suka, kenyataannya Indonesia perlu impor untuk berproduksi, untuk realisasi investasi. Bahkan, untuk menciptakan stabilitas pasar dalam negeri," ungkap dia.
BPS sebelumnya melaporkan nilai impor nonmigas Indonesia dari China sebesar US$7,07 miliar sepanjang April 2025, meningkat 53,71% (yoy) dan 12,18% secara bulanan (mtm).
Berdasarkan peranannya terhadap total impor nonmigas Januari-April 2025, kontribusi tertinggi masih didominasi China sebesar 39,48% dengan nilai mencapai sebesar US$25,77 miliar. Hal itu pula membuat neraca perdagangan Indonesia dengan China mengalami defisit mencapai US$6,28 miliar pada Januari-April 2025, sekaligus menjadi negara penyumbang defisit terdalam.
Realisasi defisit neraca perdagangan total dengan China bahkan telah melonjak 107,95% (yoy) pada Januari-April 2025 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. "Negara penyumbang defisit terdalam adalah yang pertama China, yakni US$6,28 miliar," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers, dikutip Selasa (3/6/2025).
































