Lee juga mengatakan ia ingin memastikan kedaulatan rakyat dalam negara demokratis "di mana kita hidup bersama dengan pengakuan dan kerja sama timbal balik, bukan kebencian dan permusuhan."
Lee Jae-myung menghadapi tantangan besar untuk menyatukan negara yang sangat terpecah setelah tiga tahun gejolak di bawah pemerintahan konservatif. Ia juga akan berupaya memulihkan pertumbuhan ekonomi yang menyusut, yang merupakan salah satu yang paling rentan di dunia terhadap tarif perdagangan Presiden AS Donald Trump.
Meskipun kemenangannya tampak solid, ini bukanlah kemenangan telak yang mungkin ia harapkan ketika Yoon dimakzulkan dan ditangkap. Hal ini menunjukkan bahwa oposisi terhadap Lee masih kuat, meskipun dukungan mayoritas di parlemen akan memberinya ruang lebih luas dalam menjalankan kebijakan dibandingkan pendahulunya.
“Mengelola pemerintahan secara sepihak, dengan kekuasaan penuh atas eksekutif dan legislatif, memang menggoda. Tapi itu tidak akan menyelesaikan akar persoalan polarisasi partai dan intoleransi politik yang memuncak dalam kerusuhan Desember lalu,” ujar Celeste Arrington, pakar Korea dari Universitas George Washington.
Data resmi terbaru menunjukkan kandidat ketiga, Lee Jun-seok dari Partai Reformasi yang juga mantan ketua PPP, meraih 8,1% suara. Jika suaranya digabung dengan milik Kim, kubu konservatif sebenarnya masih unggul secara kumulatif, meski telah terjadi krisis akibat dekrit darurat militer dan pemakzulan Yoon.
Hasil pemilu ini juga akan berdampak pada kebijakan luar negeri. Lee memberi sinyal akan melanjutkan kerja sama trilateral dengan AS dan Jepang, meskipun ia mengurangi sikap kerasnya terhadap Washington demi pendekatan politik yang lebih moderat. Ia juga lebih menyukai pendekatan seimbang dalam menjalin hubungan dengan AS dan China, serta membuka kemungkinan dialog dengan Korea Utara (Korut).
“Kami akan menstabilkan situasi di Semenanjung Korea secepat mungkin untuk meminimalkan apa yang disebut Korea Risk, dan melakukan yang terbaik agar kesejahteraan warga tidak memburuk akibat isu keamanan,” kata Lee.
Terkait strategi dagang, Lee menegaskan bahwa Korea Selatan tidak boleh terburu-buru membuat kesepakatan dengan AS. Ekspor Korsel setara dengan lebih dari 40% produk domestik bruto (PDB), sehingga mendapatkan konsesi berarti dari Trump menjadi kunci untuk melunakkan dampak kebijakan proteksionisnya.
Tarif balasan sebesar 25% yang dikenakan pada Korsel termasuk yang tertinggi terhadap sekutu AS, jika diterapkan sepenuhnya setelah masa penangguhan 90 hari berakhir. Tarif tambahan akan menekan sektor-sektor utama ekspor seperti semikonduktor, mobil, baja, dan aluminium.
Setelah kemenangannya telah dikonfirmasi secara resmi dan ia dilantik pada Rabu (4/6/2025) siang, panggilan telepon pertama Lee ke kepala negara asing akan ditujukan kepada Trump, demikian dilaporkan media lokal di Seoul. Ini bisa menjadi pertanda bahwa ia kini lebih siap untuk mengutamakan kepraktisan di atas filosofi politik demi kepentingan negara.
"Kami sebenarnya memiliki sejumlah tawar-menawar yang layak. Jadi bisa ada banyak memberi dan menerima. Kami hanya perlu memainkannya dengan baik," kata Lee dalam wawancara dengan stasiun penyiaran lokal CBS yang ditayangkan pada malam pemilihan. "Ini bukan tentang saya, ini tentang seluruh rakyat kita, jadi saya akan merangkak di antara kaki Trump jika diperlukan."
Sebagai ekonomi terbesar keempat di Asia, Korsel merupakan pemain kunci dalam rantai pasok global—memproduksi berbagai produk mulai dari ponsel pintar dan mobil hingga kapal raksasa dan cip canggih. Ekspor telah melemah bahkan sebelum Trump mengumumkan tarifnya, namun bayangan dari kebijakan tersebut menjadi salah satu alasan bank sentral Korsel atau Bank of Korea (BoK) memangkas suku bunga.
Namun bagi banyak pemilih, membenahi ekonomi lebih berkaitan dengan meningkatkan taraf hidup sehari-hari, termasuk akses terhadap perumahan terjangkau dan pekerjaan yang layak, dibanding sekadar melindungi sektor ekspor.
Lee sebelumnya telah menyatakan akan menggelontorkan paket stimulus sebesar 35 triliun won jika terpilih, untuk membantu rumah tangga dan bisnis. Ia juga berencana meningkatkan pasokan perumahan, memperkuat perlindungan buruh, serta membatasi kekuasaan konglomerat keluarga. Lee juga mendukung reformasi tata kelola perusahaan, yang menurutnya akan mendorong indeks Kospi menembus 5.000 poin—naik dari kisaran 3.000 saat ini.
Di antara kebijakan lainnya, ia juga menggagas reformasi konstitusi untuk memungkinkan masa jabatan presiden dua periode serta penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara. Sikapnya terhadap tenaga nuklir jauh lebih negatif dibandingkan rivalnya, Kim.
Kim sendiri memperoleh suara lebih besar dari perkiraan, setelah partainya gagal menggantinya dengan kandidat yang lebih moderat.
Dukungan yang ia raih menunjukkan masih kuatnya basis pemilih konservatif meski terjadi krisis politik besar Desember lalu. Namun, meski sempat mengadopsi slogan ala AS seperti “Stop the Steal,” Kim mengakui kekalahannya secara damai.
“Saya dengan rendah hati menerima pilihan rakyat,” kata Kim di markas partainya. “Saya mengucapkan selamat kepada kandidat Lee Jae-myung atas kemenangannya.”
(bbn)
































