Logo Bloomberg Technoz

“Kami hanya melakukan pemecatan terhadap karyawan yang terbukti melanggar, semisal salah satu pengurus serikat pekerja yang dipecat karena mangkir kerja selama 20 hari tanpa izin,” ujar Dedy.

Unjuk rasa pekerja di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park, Rabu (27/12/2023)./dok. Bloomberg

Klaim PHK

Pada kesempatan terpisah, FPE mengeklaim PHK di sentra nikel IMIP, Sulawesi Tengah telah berdampak ke 3.000 karyawan per April 2025.

Sekretaris Jenderal FPE Nikasi Ginting mengatakan kondisi ketenagakerjaan di sentra pertambangan nikel Sulawesi Tengah itu selama ini cukup memprihatinkan, dengan tingginya angka kecelakaan kerja serta PHK.

Akan tetapi, menurutnya, kasus kecelakaan kerja—yang disebutnya terjadi hampir tiap hari — acapkali ditutup-tutupi. Tidak jarang, padahal, kasus tersebut menelan korban jiwa.

“Kalau lihat di grup, anggota kami menyampaikan apa yang terjadi. Kalau [informasinya] tersebar, langsung di-PHK. Sekarang, per April, 3.000 yang sudah ter-PHK,” ujarnya ditemui di sela acara ESG Forum 2025, Senin (2/6/2025).

Bagaimanapun, dia tidak mendetailkan alasan pemutusan hubungan kerja yang dialami oleh pegawai di IMIP tersebut. Dia hanya menyebut PHK makin marak terjadi sejak pengumuman perang tarif oleh Pemerintah AS awal April.

Jumlah tenaga kerja lokal di IMIP dan IWIP./dok. APNI

Saat dimintai konfirmasi, Direktur Bina Pengujian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kementerian Ketenagakerjaan Muchamad Yusuf mengaku belum menerima informasi terkait dengan PHK massal di kawasan IMIP.

Akan tetapi, jika memang benar terjadi, dia menyarankan agar perusahaan melakukan proses pemutusan hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Kita ada prosedur kan. Secara UU kan kalau PHK itu kita upayakan the last [keputusan terakhir]. Kita tentu dari Kemenaker mendorong supaya pekerja itu bisa tetap bekerja. Akan tetapi, jika memang tidak memungkinkan, ya maka kita ada jaminan kehilangan pekerjaan,” ujarnya ditemui di acara yang sama.

Dia pun berpesan agar perusahaan yang melakukan PHK memberikan jaring pengaman sosial bagi pekerja yang menjadi korban, sesuai dengan aturan perundang-undangan.

Selebihnya, kata Yusuf, pemerintah akan memberikan bantuan pelatihan berupa reskilling dan upskilling agar pekerja tersebut bisa dengan mudah kembali masuk ke pasar kerja. 

Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP)./dok. Bloomberg

Tekanan Industri

Bagaimanapun juga, gejala tekanan pada industri nikel di Indonesia memang telah diperingatkan oleh kalangan pakar dan pelaku usaha sejak beberapa bulan lalu.

Salah satu faktor penekan yang memberatkan sektor ini adalah harga nikel yang makin terjerembap yang dibarengi redupnya permintaan.

Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Muhammad Habib sebelumnya mengatakan industri smelter nikel di Indonesia memiliki risiko gulung tikar yang tinggi apabila kondisi permintaan dan harga tidak kunjung membaik.

Terlebih, pemain di sektor ini dianggap sudah terlalu jenuh atau saturated, padahal kelangsungan industri ini sangat tergantung pada permintaan global.

“Kalau misalnya global demand-nya sudah mulai saturated, mau tidak mau smelter ini terpaksa harus tutup atau misalnya pivot ke lini bisnis yang lain untuk mempertahankan operasinya,” ujarnya.

Kondisi tersebut diperparah dengan tekanan harga nikel yang terus turun dalam beberapa tahun terakhir. Akibat harga yang terpelanting, kata Habib produksi di industri pengolahan terpaksa harus dibatasi. 

Penurunan harga nikel sejak 2022./dok. Bloomberg

“Jadi setiap smelter membatasi juga produksi-produksinya, ataupun kalau misalnya memang ternyata memproduksi, dia tidak bisa mendapatkan harga yang kompetitif atau harga yang dibayangkan. Kenapa? Lagi-lagi karena Indonesia terlalu banyak smelter-nya, sedangkan global demand-nya itu enggak diperhitungkan dengan baik.”

Selain faktor harga dan permintaan global, risiko gulung tikar industri smelter nikel juga dipengaruhi oleh faktor domestik.

Habib menilai kebijakan hilirisasi industri nikel yang berbanding lurus dengan gencarnya investasi smelter pirometalurgi tidak diimbangi dengan kalkulasi permintaan domestik. 

Dari sisi pelaku industri, Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin belum lama ini juga mengatakan kenaikan tarif royalti terbit di tengah ketidakpastian ekonomi global dikhawatirkan akan menambah tekanan terhadap industri nikel nasional baik di lini hulu maupun hilir.

“[Kenaikan tarif royalti nikel] berisiko mengurangi daya saing serta kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional,” kata Meidy melalui keterangan tertulis.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 19/2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian ESDM, tarif royalti untuk bijih nikel ditetapkan sebesar 14%—19%.

Adapun, produk olahan seperti feronikel (FeNi) hingga nickel pig iron (NPI) yang dikenakan tarif 4%—7%.

Meidy menilai penetapan tarif tersebut tidak mempertimbangkan kondisi riil di pasar. Menurutnya, harga nikel yang diperdagangkan di London Metal Exchange (LME) mayoritas menurun dalam 12 bulan terakhir.

“Dengan demikian, beban royalti yang meningkat justru menggerus margin usaha yang sudah tipis di tengah tren harga yang lesu,” ujarnya.

Pembangkit listrik di Kawasan Industri Indonesia Morowali (IMIP) Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Minggu (9/7/2023). (Dimas Ardian/Bloomberg)

Kemudian, biaya operasional industri nikel juga melonjak akibat kebijakan mandatori B40 di sektor pertambangan yang mengerek harga biodiesel, kenaikan upah minimum regional menjadi 6,5%, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%, dan kewajiban retensi 100% devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) selama 12 bulan.  

Di sisi lain, pengusaha sektor nikel juga diwajibkan memacu penghiliran. Investasi smelter nikel padahal merupakan usaha padat modal dan berisiko tinggi, dengan biaya pembangunan mencapai US$1,5 miliar—US$ 2 miliar per smelter.

Belum lagi, pengusaha juga harus membayar biaya reklamasi tambang, setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP), pajak pembayaran masa (PPM), dan mematuhi rencana pajak minimum global atau global minimum tax (GMT) sebesar 15% mulai Tahun Pajak 2025.

“Kenaikan tarif royalti akan menekan margin produksi penambang dan smelter secara signifikan, berpotensi mengurangi penerimaan negara dari royalti produk smelter yang tidak dapat terjual karena kurang kompetitifnya harga produk di pasar,” jelas Meidy.

Di sisi lain, industri saat ini menanggung 13 beban kewajiban yang signifikan, termasuk biaya operasional tinggi, pajak dan iuran (PPN 12%, PBB, PNBP PKH, iuran tetap tahunan), serta kewajiban nonfiskal seperti reklamasi pasca tambang dan rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS).

Kenaikan royalti, kata Meidy, juga berpotensi mengurangi minat investasi di sektor hulu-hilir nikel, menurunkan daya saing produk nikel Indonesia di pasar global, dan memicu PHK massal akibat tekanan margin, terutama di sektor hilir yang menyerap ratusan ribu tenaga kerja.  

Nikel dilego di harga US$15.537/ton hari ini di LME pagi ini, menguat 1,97% dari hari sebelumnya.

Harga nikel sepanjang tahun lalu menyentuh rekor terendah dalam empat tahun terakhir setelah sebelumnya diproyeksikan mencapai US$18.000/ton, turun dari perkiraan sebelumnya di level US$20.000/ton, menurut lengan riset dari Fitch Solutions Company, BMI.

Gejala ambruknya harga nikel sudah terdeteksi sejak 2023. Rerata harga saat itu berada di angka US$21.688/ton atau terpelanting 15,3% dari tahun sebelumnya US$25.618/ton. Kemerosotan itu dipicu oleh pasar yang terlalu jenuh ditambah dengan lesunya permintaan.

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages