"Lewat setiap delegasi yang kami kirimkan dengan tingkat yang berbeda, ini merupakan pengaturan kerja yang sepenuhnya normal," ujar Laksamana Muda Hu Gangfeng, wakil presiden Universitas Pertahanan Nasional China, dalam sebuah panel pada Sabtu. "Ini tidak akan memengaruhi penjelasan kami tentang kebijakan pertahanan nasional, gagasan kami, komunikasi dengan negara lain, maupun upaya memperkuat kepercayaan bersama."
Melalui utas di platform X pada Minggu, Duta Besar China untuk Selandia Baru, Wang Xiaolong, juga mengecam pernyataan Hegseth soal Taiwan.
“Jika ini bukan ancaman atau taktik menakut-nakuti, lalu apa?” tulis Wang. “Sulit dibayangkan ada banyak, jika ada sama sekali, negara di kawasan yang mempercayai retorika tak berdasar, egois, dan delusional semacam itu,” tambahnya.
Kedutaan Besar China di Singapura juga aktif menyampaikan tanggapan melalui media sosial. Sejak forum dimulai, mereka telah dua kali mengunggah pernyataan di Facebook. Salah satunya menanggapi pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang membandingkan invasi Rusia ke Ukraina dengan potensi konflik di Taiwan. China menilai perbandingan itu “tidak dapat diterima.”
Kedutaan juga mengkritik keras pidato Hegseth yang menyebut China sebagai ancaman yang kian dekat.
"Tuan Hegseth berulang kali mencemarkan dan menyerang China serta terus-menerus menggembar-gemborkan apa yang disebut ‘ancaman China’," tulis mereka. "Faktanya, AS sendiri adalah ‘biang kerok’ terbesar bagi perdamaian dan stabilitas kawasan."
Langkah terbuka seperti ini tergolong tidak lazim bagi Kedutaan China di Singapura, yang biasanya bekerja di balik layar untuk mendukung delegasi dari Beijing.
Meski demikian, delegasi militer China tetap aktif dalam sesi diskusi. Kolonel Senior Zhang Chi, dosen di Universitas Pertahanan Nasional, sempat mempertanyakan bagaimana AS akan memilih antara sekutunya dan ASEAN jika kerangka kerja multilateralnya tidak melibatkan negara-negara Asia Tenggara.
Namun di luar sesi, mereka memilih bungkam—berbeda dengan tahun lalu, ketika China menggelar rekor jumlah konferensi pers dan mengadakan diskusi meja bundar dengan media melalui delegasi universitas.
Da Wei, Direktur Pusat Keamanan Internasional dan Strategi di Universitas Tsinghua, mengatakan bahwa ketidakhadiran Menteri Pertahanan China memang membuat Beijing kehilangan momentum untuk berdialog langsung dengan negara lain. Namun mengingat Dong Jun sebelumnya telah melakukan kunjungan ke kawasan dan Eropa, “kerugian ini mungkin tidak terlalu besar,” ujarnya.
(bbn)





























