Bloomberg Technoz, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yakin target produksi siap jual atau lifting minyak dalam APBN 2025 akan tergapai, mengingat realisasi kuartal I-2025 saja sudah mencapai 94,85% dari target.
Dalam kaitan itu, Bahlil menyebut telah melakukan rapat evaluasi kinerja lifting dengan Dewan Pengawas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
“Kita bahas evaluasi kinerja 2025, kuartal pertama, karena target lifting kita kan 605.00 barel [per hari/bph], dan sekarang sudah mencapai 580.000 bph. [...] Jadi insyallah doain ya pada 2025 target kita dalam APBN insyallah tercapai,” ujarnya ditemui di kantor Kementerian ESDM, Selasa (27/5/2025).
Bahkan, untuk gas, Bahlil mengeklaim realisasi lifting per kuartal I-2025 telah mencapai 120% dari target.

Fleksibilitas Kontrak
Lebih lanjut, dia menerangkan realisasi lifting yang kencang pada tiga bulan perdana tahun ini salah satunya ditopang oleh perbaikan terhadap rezim kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC) di industri hulu migas.
Saat ini, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) mendapatkan fleksibilitas untuk memilih kontrak dengan skema gross split atau cost recovery.
“Terserah KKKS mau memilih yang mana. Kalau dia menganggap bagus gross split, kita kasih. Kalau dia memilih untuk cost recovery, kita kasih juga. Jadi perdebatan terhadap konsep cost recovery atau gross split saya pikir sudah enggak ada,” kata Bahlil.
Ke depan, lanjutnya, pemerintah akan mengupayakan percepatan bagi perusahaan-perusahaan migas yang ingin berinvestasi kembali ke hulu migas di Tanah Air.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Jumat pekan lalu melaporkan realisasi lifting minyak Januari—Maret 2025 telah mencapai 573.900 bph atau mencapai 94,85% dari target APBN sebanyak 605.000 bph.
Realisasi lifting minyak kuartal I-2025 tersebut juga relatif lebih tinggi dari capaian sepanjang 2024 yang sejumlah 579.700 bph.
Sementara itu, realisasi lifting gas untuk kuartal I-2025 mencapai 985.7000 barel setara minyak per hari, mencapai 97,39% dari target yang ditetapkan dalam APBN sebesar 1juta barel setara minyak per hari.
Realisasi lifting gas ini juga lebih tinggi dari capaian sepanjang 2024 sebesar 978.800 barel setara minyak per hari.
Sri Mulyani menerangkan kinerja lifting migas sepanjang Januari sampai dengan Maret 2025 ditandai dengan tren pelemahan harga minyak mentah dunia.
“Dengan berbagai guncangan tarif dan terjadinya retaliasi yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia dan harga minyak melemah,” kata Sri Mulyani.
Adapun, Kemenkeu membeberkan realisasi harga minyak mentah berada di level US$65,3 per barel pada akhir April 2025, atau bergerak ke level US$71,9 per barel sejak awal tahun (year to date). Realisasi harga minyak itu jauh di bawah asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2025 di level US$82 per barel.

Dihubungi terpisah, Guru Besar Teknik Perminyakan di Institut Teknologi Bandung (ITB) Tutuka Ariadji menilai peningkatan lifting minyak yang signifikan hanya dapat dilakukan dengan satu syarat, yaitu peningkatan cadangan.
Dalam hal ini, Tutuka—yang juga mantan Dirjen Migas Kementerian ESDM — menilai peningkatan cadangan hanya dapat dilakukan melalui dua cara atau metode.
Pertama, eksplorasi di wilayah kerja (WK) hulu migas yang sedang dikembangkan dan di area baru.
"Kedua, penerapan teknologi [lebih] lanjut seperti optimasi water flooding dan enhanced oil recovery [EOR] yang menargetkan peningkatan cadangan dari yang sudah ada atau diketahui," ujar Tutuka kepada Bloomberg Technoz, Sabtu (24/5/2025).
Selain cara atau metode di atas, lanjut Tutuka, hanya akan menghasilkan penghambatan penurunan produksi dari waktu ke waktu.
Hal ini terjadi karena sebagian besar lapangan di Indonesia sudah tua (mature fields), yang ditunjukkan dengan tingginya faktor perolehan (recovery factor) rata-rata nasional yaitu sekitar 33% terhadap isi awal minyak di tempat atau original oil in place.
Sekadar catatan, faktor perolehan adalah perbandingan jumlah minyak atau gas yang dapat diambil terhadap jumlah minyak atau gas di tempat (in place) dengan menggunakan teknologi pemulihan primer, sekunder, maupun tersier.
(wdh)