Logo Bloomberg Technoz

Demo Pro-Palestina

Ketegangan antara pemerintahan Trump dan Harvard berawal sejak gelombang protes mahasiswa terhadap perang Gaza merebak di kampus-kampus AS tahun lalu. Para mahasiswa mengecam keras agresi 'brutal' Israel ke wilayah Gaza yang hingga kini telah membunuh 53.900 warga Palestina.

Pemerintah AS, khususnya dari Partai Republik, menuduh Harvard telah gagal mengawasi antisemitisme, mendorong penggunaan preferensi rasial di kampus, mengabaikan ketelitian akademis, dan menjadi "monolitik kiri," seperti dilaporkan Bloomberg News.

Demonstrasi mahasiswa pro-Palestina di kampus Universitas Columbia pada 22 April 2024. (Fotografer: Stephanie Keith/Bloomberg)

Para pejabat federal juga mengecam kebijakan keragaman, kesetaraan, dan inklusi (Diversity, Equity, and Inclusion/DEI) Harvard yang dinilainya diskriminatif, serta menyoroti dugaan hubungan kampus dengan pemerintah dan militer China tanpa menunjukkan bukti yang jelas.

'Serangan' Trump

Tak lama usai dilantik Januari lalu, Trump meneken sejumlah perintah eksekutif yang menginstruksikan lembaga pemerintah AS mengambil tindakan terhadap kebijakan DEI di lembaga swasta termasuk kampus dan meningkatkan tindakan dalam memerangi antisemitisme, khususnya di lingkungan perguruan tinggi.

Lalu, gugus tugas pembasmi antisemitisme di sekolah dan kampus pun diluncurkan. Mereka lantas mengklaim mengetahui adanya dugaan kegagalan 10 kampus, termasuk Harvard, dalam melindungi pelajar Yahudi dari diskriminasi yang melanggar hukum federal.

Dana Dibekukan

Sekitar pertengahan April lalu, Harvard mendapat surat berisi pernyataan bahwa mereka gagal memenuhi persyaratan hak intelektual dan hak sipil yang menjustifikasi investasi federal, serta tercantum sejumlah tuntutan pemerintahan Trump.

Tuntutannya meliputi perombakan tata kelola yang mengurangi jumlah mahasiswa dan staf, merombak sistem penerimaan dan administrasi mahasiswa, melarang menerima mahasiswa yang dinilai memusuhi nilai-nilai dan institusi AS, menghapus program keberagaman, dan mengaudit sejumlah program dan pusat akademik, termasuk yang terkait dengan Timur Tengah.

Rektor Harvard Alan Garber dengan tegas menolak tuntutan tersebut dengan mengatakan, "universitas tidak akan menyerahkan independensinya atau melepaskan hak konstitusionalnya." Pemerintah AS lantas mengumumkan pembekuan dana federal dan hibah dengan total nilai lebih dari US$2,6 miliar.

Harvard Gugat

Melalui unggahan di Truth Social, Selasa (15/4/2025), Trump mengancam Harvard akan kehilangan "Status Bebas Pajak dan Dikenai Pajak sebagai Entitas Politik." Ia menuding Harvard menyuburkan 'penyakit' yang mendukung politik, ideologi, dan teroris.

Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) meminta Harvard menyerahkan catatan aktivitas ilegal dan kekerasan mahasiswa asing, sembari mengancam akan mencabut sertifikasi SEVP universitas tersebut. Sertifikasi ini diperlukan untuk mendaftarkan mahasiswa asing. DHS memberikan batas waktu 30 April 2025.

Beberapa hari setelahnya, Senin (21/4/2025), Harvard mengajukan gugatan terhadap pemerintahan Trump. Kampus itu menuding Trump melanggar Amendemen Pertama Konstitusi AS dengan memangkas dana secara sewenang-wenang dan tidak masuk akal.

SEVP Dicabut

Akhir April, Trump kembali mengancam akan mencabut status bebas pajak Harvard. Namun, tidak ada langkah yang diambil segera terkait hal ini. Beberapa hari kemudian, Pemerintahan Trump menyatakan akan memblokir Harvard dari dana penelitian baru.

Kampus Harvard (Sumber: Bloomberg)

DOJ pekan lalu, Senin (19/5/2025), mengumumkan akan menggunakan UU Klaim Palsu, yang biasa digunakan untuk menghukum penerima dana federal atas tuduhan korupsi, guna menindak universitas seperti Harvard atas kebijakan DEI.

Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan juga mengumumkan akan menghentikan hibah federal US$60 juta bagi kampus yang berbasis di Cambridge, Massachusetts itu.

DHS resmi mencabut sertifikasi SEVP Harvard pada Kamis (22/5/2025). Sehingga, kampus elit itu dilarang menerima mahasiswa asing baru. Mahasiswa asing saat ini pun diharuskan pindah ke universitas lain.

Berdasarkan data universitas, saat ini, hampir 6.800 mahasiswa—atau 27% dari total populasi mahasiswa Harvard—berasal dari luar negeri, naik dari 19,6% pada tahun 2006.

Harvard mengatakan populasi mahasiswa internasional di kampus terdiri dari lebih dari 10.000 orang, yang mencakup para penerima beasiswa atau mahasiswa lain yang berkuliah di program non-gelar dan yang membayar secara mandiri.

Harvard merespons pengumuman itu dengan berkata, "kami berkomitmen penuh untuk mempertahankan Harvard dalam menampung mahasiswa dan akademisi internasional kami, yang berasal dari lebih dari 140 negara dan mengembangkan universitas dan negara ini tanpa batas."

Harvard 'Menang'

Pada Jumat (23/5/2025) lalu, Harvard memenangkan putusan pengadilan sementara yang memblokir pemerintahan Trump melarang kampus tersebut menerima mahasiswa asing, hanya beberapa jam setelah mengajukan gugatan di pengadilan federal Boston.

Gugatan itu menyebut tindakan pemerintahan Trump secara terang-terangan melanggar Amendemen Pertama, Klausul Proses Hukum, dan UU Prosedur Administratif.

Hakim Distrik AS Allison Burroughs memerintahkan penangguhan sementara bagi Harvard, dengan alasan bahwa universitas tertua dan terkaya di AS tersebut akan mengalami "kerusakan segera dan tidak bisa diperbaiki" jika instruksi DHS diberlakukan.

Trump Kukuh

Trump berpidato di Macomb Community College di Warren, Michigan. (Fotografer: Scott Olson/Getty Images North America via Bloomberg)

Meski begitu, Trump tetap bersikeras akan memenangkan pertikaiannya dengan Harvard, dengan kembali mengancam akan mengalihkan dana hibah US$3 miliar dari salah satu universitas terbaik di dunia tersebut ke sekolah-sekolah kejuruan di AS.

"Saya mempertimbangkan untuk mengambil Tiga Miliar Dolar Dana Hibah dari Harvard yang sangat antisemit, dan memberikannya ke SEKOLAH-SEKOLAH KEJURUAN di seluruh negeri kita," kata Trump dalam unggahannya di media sosial. "Betapa luar biasanya investasi itu bagi AS, dan sangat dibutuhkan!!!"

Trump menambahkan, "tapi jangan takut, pemerintah pada akhirnya akan MENANG!"

(ros)

No more pages