“Semua penerbangan ke timur, melalui Whiskey 465 [Jalur Udara] Rute Jakarta ke Timur seperti Jakarta- Surabaya, ke Makassar dan Lombok,” keluhnya. Menurut Daniel, sesungguhnya ada alternatif rute yang pernah diusulkan yakni rute selatan, namun tak bisa direalisasikan karena rute tersebut menjadi domain TNI Angkatan Udara.
Selain itu, Daniel juga beralasan bahwa Lion Group lebih mengutamakan keselamatan penerbangan di saat adanya cuaca buruk, Hal ini kemudian menjadikan OTA mereka terhambat.
“Kami menekankan pada khususnya safety di Lion group semakin membaik, lebih baik tidak mnendarat di kondisi cuaca yang kurang baik, daripada kita paksakan pesawat itu mendarat dengan konsekuensi dan resiko yang lebih membahayakan” katanya.
Terakhir, Daniel menyoroti infrastruktur Bandara Soekarno-Hatta yang dinilainya belum sepenuhnya mendukung perpindahan antar terminal. Ia menyebut jarak antara terminal cukup jauh, sementara banyak Online Travel Agent (OTA) yang menggabungkan penerbangan dari berbagai maskapai.
“Contohnya, rute Medan ke Jayapura, konektivitasnya bisa bermacam-macam, misalnya Lion Air dari Medan ke Jakarta, lalu dilanjutkan dengan Garuda Indonesia dari Jakarta ke Jayapura. Bagaimana cara menghubungkan [Terminal] 1A dengan [Terminal 3]?” ujarnya.
Ia mengeluhkan kereta layang (kalayang) yang belum mengakomodasi transit antar terminal tersebut lantaran saat ini kalayang berada di luar terminal. Hal ini menurutnya berkontribusi terhadap frekuensi delay pesawat.
Dalam kesempatan yang sama Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR menyebut bahwa saat ini On Time Performance rute Domestik dari Januari Hingga April 2025 adalah sebesar 78,7%. Angka tersebut turun dibandingkan dengan angka OTP dari Januari hingga April 2024 sebesar 79,7%.
“Faktor penyebab keterlambatan adalah teknik operasional, manajemen operasional, cuaca dan lainnya, namun lebih dominan cuaca” kata Lukman.
Untuk menangani OTP yang merosot tersebut Ia berkilah sudah melakukan beberapa kebijakan delay management melalui Peraturan Menteri Perhubungan nomor 89 tahun 2015 tentang penanganan keterlambatan penerbangan/delay management pada Badan Usaha angkutan udara/niaga.
(ell)