Strategi utama penguatan rupiah menurut Destry adalah penerapan smart intervention sejak awal April 2025. BI tidak hanya melakukan intervensi di pasar spot dan domestic non-deliverable forwards (DNDF), tapi juga memperluas intervensi ke offshore non-deliverable forwards (NDF), yang biasanya lebih volatil.
“Dengan intervensi yang terukur dan terintegrasi ini, dalam satu bulan terakhir rupiah berhasil kembali ke level sebelum libur panjang di awal tahun, yakni sekitar Rp16.400/US$” jelas Destry.
Intervensi ini dilakukan secara selektif agar tidak menciptakan distorsi pasar dan tetap menjaga prinsip kehati-hatian.
Bank Indonesia juga menegaskan posisi cadangan devisa yang sehat, saat ini mencapai US$152,5 miliar atau setara dengan pembiayaan impor dan pembayaran utang selama 6,2 bulan, jauh di atas standar internasional yang minimal 3 bulan.
Selain itu, BI aktif melakukan kerja sama bilateral swap agreements dengan bank sentral negara lain, seperti Malaysia, Singapura, dan Australia. Kesepakatan ini memungkinkan transaksi menggunakan mata uang lokal, mengurangi ketergantungan pada dolar AS sekaligus memperkuat stabilitas nilai tukar di tengah gejolak pasar global.
“Kami telah memperluas kesepakatan dengan negara-negara lain termasuk China, Jepang, dan Korea, sebagai bagian dari strategi diversifikasi transaksi dan mengurangi risiko volatilitas mata uang asing,” tambah Destry.
Di sisi kebijakan domestik, BI terus mengoptimalkan instrumen suku bunga, giro wajib minimum (GWM), dan kebijakan makroprudensial untuk mendorong likuiditas dan kredit bagi sektor prioritas. Contohnya, relaksasi CBM hingga 5% bagi bank yang menyalurkan kredit ke sektor perumahan dan UMKM.
“Kami mendorong perbankan untuk memperluas kredit, sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga,” kata Destry.
Keberhasilan BI menjaga stabilitas rupiah dan fundamental ekonomi nasional menciptakan kepercayaan yang meningkat di kalangan pelaku pasar dan investor. Aliran modal asing mulai masuk kembali ke pasar Surat Berharga Negara (SBN), saham, dan instrumen pasar uang, yang turut menopang penguatan rupiah.
(rtd/roy)





























