Logo Bloomberg Technoz

Berdasarkan data Bloomberg, menghijau dan melesatnya IHSG tak lepas dari kenaikan sejumlah saham Big Caps, terutama saham BBCA, ADRO, dan juga saham BUMI yang mendorong penuh IHSG secara keseluruhan.

Saham BBCA berhasil ditutup menguat 100 poin atau dengan kenaikan 1,07% ke level Rp9.400/saham dengan sebanyak 31 juta saham ditransaksikan dengan nilai Rp295 miliar.

Lebih potensial lagi, saham ADRO melesat 220 poin atau dengan penguatan mencapai 10,23% ke posisi Rp2.370/saham dengan 270 juta saham diperjualbelikan mencapai senilai Rp626 miliar.

Berikut 10 saham teratas lainnya yang mendorong IHSG di zona hijau:

  1. Bank Central Asia (BBCA) menyumbang 6,85 poin
  2. Alamtri Resources Indonesia (ADRO) menyumbang 5,28 poin
  3. Merdeka Copper Gold (MDKA) menyumbang 3,28 poin
  4. Adaro Andalan Indonesia (AADI) menyumbang 2,01 poin
  5. Aneka Tambang (ANTM) menyumbang 1,44 poin
  6. Indah Kiat Pulp and Paper Corp (INKP) menyumbang 1,15 poin
  7. Pertamina Gas Negara (PGAS) menyumbang 1,15 poin
  8. Telkom Indonesia (TLKM) menyumbang 1,14 poin
  9. Bumi Resources (BUMI) menyumbang 1,01 poin
  10. Trimegah Bangun Persada (NCKL) menyumbang 0,89 poin

Adapun saham-saham unggulan LQ45 juga menjadi pendorong penguatan IHSG, saham PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) menguat 6,32%, saham PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) mantap di zona hijau dengan melesat 5,22%, dan saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) ditutup perdagangan hari ini menguat 4,62%.

Begitu juga dengan saham PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) yang berhasil menguat 2,94%. Saham PT Indosat Tbk (ISAT) dengan melesat 2,48%. Dan saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) positif di zona hijau dengan kenaikan 2,22%.

Penguatan Terjadi Kala Moody's Pangkas Peringkat Utang AS

Moody's Ratings mengumumkan pada hari Jumat malam, mereka memangkas peringkat kredit Pemerintah Amerika Serikat. Moody's menurunkan peringkat kredit negara tersebut menjadi Aa1 dari sebelumnya Aaa.

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Moody's, yang mengikuti para pesaingnya, menyalahkan Presiden AS dan para anggota parlemen Kongres atas membengkaknya defisit anggaran, yang dikatakannya hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda penyempitan.

Penurunan peringkat ini memperkuat kegelisahan Wall Street terhadap pasar obligasi Pemerintah AS karena Capitol Hill memperdebatkan lebih banyak lagi pemotongan pajak yang tidak didanai.

Terlebih, ekonomi juga tampaknya akan melambat saat Presiden Donald Trump mengubah kemitraan komersial yang telah lama terjalin dan menegosiasikan kembali kesepakatan perdagangan.

Moody's mengatakan bahwa mereka memperkirakan “defisit federal akan melebar, mencapai hampir 9% dari PDB pada tahun 2035, melejit dari 6,4% pada 2024, terutama didorong oleh peningkatan pembayaran bunga utang, meningkatnya pengeluaran hak, dan pendapatan yang relatif rendah.”

Sentimen bernada negatif penurunan surat utang AS mungkin akan menjalar pula ke pasar saham seiring dengan langkah pemodal global menjauhi aset-aset berisiko termasuk aset saham Emerging Market.

“Moody's mengikuti Fitch Ratings yang menurunkan peringkat negara ini menjadi AA+ dari AAA pada tahun 2023 dan Standard & Poor's pada tahun 2011. Moody’s mengatakan mereka memperkirakan utang federal akan meningkat menjadi sekitar 134% dari PDB pada tahun 2035, naik dari 98% tahun lalu,” papar riset Felix Darmawan, Economist Panin Sekuritas pada Senin (19/5/2025).

Penurunan peringkat ini berisiko menambah skeptisisme terhadap dolar dengan indikator kekuatan greenback yang sudah mendekati level terendahnya pada April.

“Moody’s memangkas peringkat (rating) jangka panjang utang Pemerintah AS dari Aaa menjadi Aa1 dengan alasan kekhawatiran terhadap tumpukan utang Pemerintah AS yang terus bertambah hingga US$36 triliun dan meningkatnya beban pembiayaan kembali (refinancing) utang di tengah tingginya suku bunga serta kurangnya reformasi fiskal yang berarti,” papar Phillip Sekuritas Indonesia dalam riset terbaru pagi ini.

(fad/wep)

No more pages