Saat Ramadan, jam kerja menjadi lebih singkat. Hari kerja juga berkurang karena ada libur yang cukup panjang.
Ini menyebabkan aktivitas ekspor-impor menjadi kurang semarak. Ketika Ramadan-Idul Fitri berlalu, aktivitas menjadi normal sehingga ekspor-impor bisa tumbuh lebih kencang.
Neraca Perdagangan
Sementara itu, konsensus Bloomberg menghasilkan median proyeksi untuk neraca perdagangan April surplus US$ 2,73 miliar. Jika terwujud, maka lebih rendah dari posisi Maret yang surplus US$ 4,33 miliar.
Akan tetapi, surplus perdagangan pada April akan membuat neraca perdagangan Indonesia selalu positif selama 60 bulan beruntun. Artinya, surplus neraca perdagangan tidak putus dalam 5 tahun terakhir.
Ke depan, surplus neraca perdagangan diperkirakan masih bisa terjaga. Pasalnya, Amerika Serikat (AS) di bawah komando Presiden Donald Trump menunda pemberlakuan tarif bea masuk impor resiprokal selama 90 hari.
"(Neraca perdagangan) masih berpotensi melanjutkan surplus, khususnya bagi para eksportir yang cenderung mengejar masa tenggang ini," ujar Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalia Situmorang kepada Bloomberg Technoz, belum lama ini.
Akan tetapi, Hosianna menilai surplus perdagangan berisiko makin menyempit. Kebijakan tarif dari AS masih menjadi ketidakpastian dan berisiko menekan permintaan ekspor.
Di sisi lain, rencana peningkatan impor dari AS—termasuk pangan, energi, dan manufaktur strategis—diperkirakan menambah tekanan sekitar US$ 125–170 juta per bulan.
Hosianna menilai, selama harga komoditas ekspor stabil dan nilai tukar rupiah terkendali, maka potensi surplus masih bisa dipertahankan. Namun tekanan diperkirakan dapat meningkat tanpa penguatan hilirisasi, diversifikasi ekspor, dan pengendalian impor.
- Dengan asistensi Dovana Hasiana -
(aji)




























