Alisa Odenheimer, Dan Williams dan Sherif Tarek - Bloomberg News
Bloomberg, Hamas membebaskan satu-satunya warga negara Amerika Serikat (AS) yang masih hidup dan disandera di Gaza, setelah berlangsungnya pembicaraan antara AS dan kelompok tersebut menjelang kunjungan Donald Trump ke Timur Tengah.
Pemerintah AS melakukan komunikasi langsung dengan Hamas demi membebaskan Edan Alexander. Dalam proses ini, Israel tampaknya tidak dilibatkan secara aktif dan baru diberi tahu hasilnya oleh AS pada Minggu (11/5/2025) malam.
Trump, yang sebelumnya telah beberapa kali menerima orang tua Alexander di Gedung Putih, menyambut baik pembebasan ini sebagai langkah awal menuju “tahapan akhir” untuk mengakhiri perang antara Israel dan Hamas. Alexander (21 tahun) menjadi sandera pertama yang dibebaskan sejak gencatan senjata berakhir pada awal Maret, sebelum serangan udara Israel kembali dilancarkan ke Gaza.
Alexander, yang dibesarkan di Tenafly, New Jersey, dan memiliki kewarganegaraan ganda AS-Israel, sedang bertugas sebagai tentara Israel saat ia ditangkap dalam serangan Hamas pada Oktober 2023.
“Ia akan pulang ke orang tuanya—itu kabar yang sungguh menggembirakan bagi saya,” ujar Trump dalam unggahan media sosial. Gubernur New Jersey, Phil Murphy, dari Partai Demokrat, mengatakan bahwa dirinya merasa “sangat lega dan bersyukur” atas pembebasan Alexander.
Di pusat kota Tenafly, ratusan orang berkumpul merayakan pembebasan tersebut dan menyaksikannya lewat layar besar. Wilayah pinggiran kota yang makmur ini, berjarak sekitar 30 menit dari pusat Manhattan, memiliki populasi warga keturunan Israel yang cukup besar. Alexander bergabung dengan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) setelah lulus dari Tenafly High School pada 2022. Massa yang hadir pada Senin (12/5/2025) itu mengibarkan bendera Israel, beserta sebuah spanduk besar bertuliskan “SELAMAT DATANG DI RUMAH, EDAN.”
Hamas mengonfirmasi pembebasan Alexander lewat pernyataan di Telegram. IDF kemudian menyampaikan bahwa Alexander diserahkan kepada perwakilan Palang Merah Internasional, yang kemudian membawanya ke pasukan Israel di Jalur Gaza.
Setelahnya, ia dibawa melintasi perbatasan menuju pusat penerimaan di Israel, menjalani pemeriksaan kesehatan, dan bertemu dengan keluarganya. Ia kemudian diterbangkan dengan helikopter bersama keluarganya ke sebuah rumah sakit di Tel Aviv untuk penanganan medis lanjutan.
Warga yang mengibarkan bendera Israel berdiri di sepanjang jalan menuju pusat penerimaan di dekat perbatasan Gaza, menyambut iring-iringan kendaraan Alexander dengan sorak sorai. Ratusan orang juga berkumpul di “Alun-Alun Sandera” di Tel Aviv—area tempat keluarga para sandera dan pendukung mereka berkumpul sejak serangan Oktober 2023—untuk menyaksikan kabar pembebasan lewat layar besar. Banyak dari mereka membawa foto orang-orang tercinta yang masih disandera.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa pembebasan Alexander dapat terwujud berkat tekanan dari militer Israel dan bantuan dari Presiden Trump. “Ini adalah kombinasi yang unggul,” katanya.
Pada Maret lalu, AS menolak usulan serupa dari Hamas terkait pembebasan Alexander setelah kedua pihak melakukan pembicaraan di Qatar. Saat itu, Israel menolak keras gagasan tersebut—yang dinilai terlalu memihak satu sandera saja—dan keberatan dengan keterlibatan langsung AS dalam negosiasi bersama Hamas.
Sebelumnya pada Senin, Israel menyatakan akan mengirim tim negosiator ke Qatar pada Selasa (13/5/2025) sebagai bagian dari upaya terbaru untuk membebaskan sandera lainnya di Gaza, sebelum melakukan eskalasi militer yang direncanakan.
Menjelang pembebasan Alexander, Menteri Kabinet Keamanan Israel Eli Cohen mengatakan pemerintah bersedia mendiskusikan rencana utusan Trump, Steve Witkoff, yang mencakup pembebasan 10 sandera lainnya oleh Hamas. Sisanya akan dibebaskan setelah kesepakatan akhir untuk mengakhiri perang tercapai. Israel tetap bersikeras bahwa kesepakatan harus mencakup penghapusan kekuasaan Hamas dan perlucutan senjata kelompok tersebut.
Saat ini, masih ada 58 sandera yang belum dibebaskan, termasuk empat warga negara ganda AS-Israel yang seluruhnya telah dinyatakan tewas.
Lebih dari 52.000 warga Palestina dilaporkan tewas di Gaza sejak Israel memulai serangannya, menurut otoritas kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas tersebut.
Sementara itu, bantuan kemanusiaan penting telah terblokir dari Gaza sejak Maret, mendorong tekanan internasional terhadap Israel untuk mengizinkan masuknya bantuan kembali. Lebih dari 400 tentara Israel juga dilaporkan tewas sejak operasi militer di Gaza dimulai.
(bbn)