Trump, yang sebelumnya sempat bergurau ingin menjadi Paus, pernah menyebut Uskup Agung New York, Timothy Dolan, sebagai calon pilihannya. Ia juga menuai kritik dari umat Katolik, termasuk dari Dolan sendiri, setelah mengunggah gambar hasil kecerdasan buatan (AI) yang memperlihatkan dirinya mengenakan jubah Paus.
Paus baru akan menghadapi berbagai tantangan berat, baik dari dalam maupun luar Gereja. Di internal, terdapat ketegangan antara kelompok progresif dan konservatif terkait isu seperti perceraian hingga komunitas LGBTQ+. Di sisi eksternal, ia juga akan berhadapan dengan persoalan migrasi, konflik dagang, serta perang yang masih berlangsung di Ukraina dan Timur Tengah.
Faktor-faktor tersebut menjadikan pemilihan kali ini sangat krusial, tak hanya bagi umat Katolik, tapi juga bagi dunia secara umum.
Leo XIV meneruskan jejak pendahulunya, Fransiskus, yang juga merupakan sosok bersejarah sebagai Paus pertama dari Amerika Latin. Fransiskus dikenal dengan pendekatannya yang inklusif, membuka ruang diskusi terhadap isu-isu sensitif seperti peran perempuan dalam gereja dan penerimaan terhadap umat Katolik LGBTQ+.
Prevost sendiri dianggap mampu menjadi jembatan antara faksi moderat dan konservatif dalam Gereja. Ia dikenal sebagai sosok pragmatis dengan pengalaman panjang dalam pemerintahan internal Vatikan. Lulusan Universitas Villanova ini juga meraih gelar doktor hukum kanon dari Universitas Kepausan Santo Thomas Aquinas di Roma, dan fasih berbahasa Spanyol serta Italia.
(bbn)































