Logo Bloomberg Technoz

Garuda akhir tahun lalu menunjuk seorang CEO baru, Wamildan Tsani Panjaitan, dan memulai sebuah misi untuk memperbaiki neraca keuangan dan memperluas jaringan internasionalnya. Bahkan Presiden Indonesia Prabowo Subianto dilaporkan telah menyampaikan bahwa ia ingin membuat Garuda, yang telah lama berjuang secara finansial dan memiliki catatan keselamatan yang buruk, menjadi lebih menguntungkan dan memperdalam kehadirannya di kancah internasional.

Perjuangan maskapai ini juga merupakan cerminan dari lingkungan yang lebih sulit di mana semua maskapai penerbangan Indonesia beroperasi. Maskapai-maskapai penerbangan di negara Asia Tenggara ini terkendala oleh kebijakan pembatasan harga tiket pesawat domestik dari pemerintah, yang dirancang untuk mengatur dan mengendalikan biaya tiket kelas ekonomi dan memastikan keterjangkauan harga tiket bagi para penumpang. 

Hal ini membuat mereka lebih sulit untuk menaikkan tarif untuk meningkatkan pendapatan. Lemahnya rupiah juga tidak membantu, mengingat banyak biaya operasional dalam dolar AS.

Akibatnya, Garuda bukanlah satu-satunya maskapai yang memiliki lebih banyak pesawat jet yang tidak beroperasi dari biasanya karena kesulitan-kesulitan seputar pembayaran pemeliharaan, kata orang-orang tersebut. Namun, dengan sekitar 140 pesawat, jumlah ini merupakan yang terbesar, yang berarti sekitar 10% dari armada Garuda tidak beroperasi. 
Perhitungan Bloomberg berdasarkan data dari Airfleets.net menunjukkan rasio rata-rata untuk maskapai-maskapai di Asia Tenggara mendekati 2% hingga 3%.

Garuda juga mengalami kesulitan terutama dalam hal biaya perawatan karena sebagian besar armadanya menerbangi rute-rute penerbangan jarak pendek, yang menghadapi biaya perawatan yang lebih tinggi per jam penerbangan atau siklus penerbangan karena peningkatan keausan. Regulasi pemeliharaan pesawat terutama diatur oleh jumlah siklus lepas landas dan mendarat, bukan oleh jam operasional.

Meskipun terjadi lonjakan pemesanan pasca pandemi, Garuda kembali mencatatkan kerugian bersih tahun lalu setelah dua tahun sebelumnya mencatatkan keuntungan. Laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi juga jatuh ke titik terendah sejak maskapai ini menyelesaikan restrukturisasi utang senilai hampir US$10 miliar pada tahun 2022.

(bbn)

No more pages